Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) telah mengirimkan surat keberatan terhadap rencana kenaikan royalti mineral dan batubara (minerba) ke Presiden hingga ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Seperti diketahui, Pemerintah segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 yang akan menaikkan tarif royalti mineral dan batubara (minerba).
Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan, pihaknya telah mengirimkan surat keberatan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bukan hanya Kementerian ESDM, APNI juga mengirimkan surat keberatan ke Presiden hingga DPR.
"Ya, termasuk ke Presiden. Selain ke Presiden, Komisi XII DPR RI, Komisi VI DPR RI, kemudian Menko Ekonomi, Dewan Ekonomi Nasional, Kepala Staf Presiden, Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan, Menteri Perdagangan, sampai BKPM," kata Meidy kepada Kontan, Selasa (25/3).
Baca Juga: PP Royalti Segera Disahkan, Penambang Nikel Keluhkan Beban Bertambah
Meidy mengatakan, selain kenaikan royalti, perusahaan tambang juga harus menghadapi sejumlah beban biaya lainnya, seperti kenaikan tarif bahan bakar biodiesel dari B30 ke B40, kenaikan upah minimum regional (UMR) sebesar 6,5%, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik menjadi 12%.
Belum lagi, kata Meidy, eksportir nikel diwajibkan menempatkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100% di dalam negeri selama satu tahun, serta penerapan pajak minimum global sebesar 15%.
Meidy menambahkan, jika tarif royalti naik dari 10% menjadi 14-19%, maka hal ini akan semakin membebani perusahaan. Berdasarkan perhitungan APNI, tarif royalti 14% berlaku jika harga nikel mencapai US$ 18.000 per ton. Namun, analis global memperkirakan harga nikel tahun ini justru akan terus menurun.
Baca Juga: Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Menolak Wacana Kenaikan Royalti, Ini Alasannya
"Kalau biaya produksi yang terlalu tinggi, di mana harga makin turun, tentu kan perusahaan tidak ada margin lagi. Nah, bagaimana kalau perusahaan tidak ada margin? Pada saat dia tidak ada margin, tentu dia akan mengurangi kapasitas produksi. Kalau sudah mengurangi kapasitas produksi, ujung-ujungnya penerimaan negara jadi berkurang," kata Meidy.
Selain itu, APNI mencatat berbagai kewajiban tambahan yang harus dipenuhi perusahaan tambang, antara lain iuran tetap tahunan, pajak bumi dan bangunan, jaminan reklamasi dan penutupan tambang, serta biaya rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS). Perusahaan juga harus membayar retribusi pemakaian air, pajak alat berat, pajak air permukaan, hingga sponsor acara di tingkat daerah dan nasional.
Baca Juga: Asosiasi Penambang Nikel Indonesia(APNI) Khawatirkan Rencana Kenaikan Royalti Minerba
Selanjutnya: Jadwal Buka Puasa Kendari Hari Selasa, 25 Maret 2025, Resmi dari Kemenag RI
Menarik Dibaca: Hujan Hanya Guyur Daerah Ini, Simak Ramalan Cuaca Besok (26/3) di Jawa Timur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News