Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target Indonesia untuk memiliki produk hilirisasi batubara dalam bentuk Dimethyl Ether (DME) sebagai substitusi dari Liquefied Petroleum Gas (LPG) menurut Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) tidak cukup jika hanya didorong dengan menggunakan insentif dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Menurut Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono, akar masalah tidak terealisasinya proyek hilirisasi batubara menjadi DME adalah karena proyek ini sangat tidak feasible (tidak ekonomis).
"Pada kondisi saat ini, dimana biaya capital untuk pembangunan pabrik DME tersebut berikut dengan biaya operasionalnya masih sangat tinggi," ungkap Sudirman kepada Kontan, Kamis (11/12/2025).
Baca Juga: Iperindo, Kemenperin dan KKP Ungkap Peluang & Tantangan Industri Kapal Nasional
Dengan modal yang tinggi, nilai jual produk DME yang akan dihasilkan masih jauh lebih tinggi dibandingkan harga LPG, sehingga siapa pun offtaker yang diharapkan dapat menyerap produk DME tersebut tentunya masih akan lebih memilih untuk membeli LPG dari pasar dibandingkan harus membeli produk DME.
"Hal inilah yang kemudian menyebabkan investor masih perlu berpikir ulang untuk merealisasikan proyek hilirisasi batubara menjdai DME ini," tambahnya.
Adapun, terkait usulan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang berjanji akan mempermudah izin, termasuk memberi sejumlah insentif terhadap perusahaan yang ingin menggarap proyek DME, menurut Sudirman harus dijelaskan secara detail terkait insentif tersebut.
"Pihak investor tentunya akan melihat terlebih dahulu bentuk intensif seperti apa yang akan ditawarkan pemerintah, dalam hal ini Menkeu Purbaya. Apakah intensif tersebut akan dapat membantu menurunkan biaya proses hilirisasi batubara sehingga DME yang dihasilkan dapat bersaing harganya dengan harga LPG di pasar atau tidak," jelasnya.
Jika insentif masih tetap tidak mempengaruhi harga DME, atau bahkan jauh di atas harga LPG, menurut Sudirman, investor juga masih tetap akan enggan untuk menanamkan investasinya di proyek hilirisasi batubara menjadi DME ini.
Baca Juga: Danantara Beberkan Alasan Keputusan Akhir Investasi Kilang Tuban Belum Kelar
Sebaliknya, Sudirman menilai keinginan pemerintah untuk merealisasikan proyek hilirisasi batubara menjadi DME ini sebaiknya dilihat sebagai keinginan untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan harga LPG melonjak signifikan.
"Mengingat pemerintah masih harus mengimpor LPG dari luar, maka jika harga LPG naik signifikan dan menyedot devisa negara, maka diharapkan produk DME dari program hilirisai batubara sudah siap untuk menggantikannya," tambahnya.
Sebelumnya, dalam rapat bersama Komisi IX DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (9/12/2025) Purbaya melempar kritik terhadap proyek gasifikasi batu bara menjadi DME yang menurutnya tidak kunjung terealisasi sejak 2018.
"Ada beberapa usaha hilirisasi dari industri batubara dulu sempat DME, dimetil eter. Cuma karena kebijakannya nggak mendukung di pemerintah, enggak tahu yang sebelah mana, proyeknya gagal semua tuh," ujar Purbaya.
Dia kemudian memastikan ke depan, jika terdapat perusahaan atau investor asing yang ingin menggarap DME dengan Indonesia, maka ia berjanji akan memberikan insentif yang sesuai.
"Ke depan, dengan adanya ini (DME), kalau ada perusahaan itu masuk lagi, saya akan pastikan mereka dapat insentif yang pas kalau perlu, sehingga mereka bisa betul-betul investasi di sini," tambahnya.
Baca Juga: Pelaku Tambang Soroti Ketimpangan Besaran Denda Pelanggaran Kawasan Hutan
Selanjutnya: OJK Finalisasi Aturan Baru Asuransi Kesehatan, Berlaku Efektif 2026
Menarik Dibaca: 6 Manfaat Tinted Lip Balm Bukan Sekadar Pelembab Bibir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













