kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Permen ESDM No 50/2017 menyulitkan pendanaan pengembang listrik


Kamis, 15 November 2018 / 18:57 WIB
Permen ESDM No 50/2017 menyulitkan pendanaan pengembang listrik
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Pengembang Listrik Tenaga Air (APPLTA) masih mempersoalkan (Permen) ESDM Nomor 50 Tahun 2017 yang dinilai tidak kondusif untuk investasi di sektor pembangkit listrik energi baru dan terbarukan. Alhasil, ada 38 perusahaan pembangkit listrik EBT yang belum juga mendapatkan pendanaan.

menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Pengembang Listrik Tenaga Air (APPLTA) Riza Husn menyatakan skema penyerahan aset ketika kontrak berakhir build, own, operate, and transfer (BOOT) yang ada dalam peraturan tersebut membuat investasi pada proyek ini dinilai tidak menarik oleh si pemberi pinjaman. “Kami kesulitan memperoleh pendanaan tersebut datang dari Peraturan Menteri,” ujar dia, Kamis (15/11).

Dia mengatakan, perbankan di Indonesia tidak mengenal project finance, sehingga pinjaman ke perbankan harus menyertakan jaminan. Terlebih, lanjut Riza, perbankan di Indonesia pun hampir tidak yang bisa memberikan pinjaman selama 10 tahun.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut bahwa Permen tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat sulitnya proyek pembangkit EBT mendapatkan pendanaan.

Karenanya, Fabby berpendapat bahwa Permen tersebut perlu direvisi dengan memperhatikan empat hal. Pertama, mengenai tarif acuan yang harus diganti dari semula mengikuti biaya pokok produksi diubah dengan menyesuaikan teknologi dan ukuran pembangkit. Kedua, menghilangkan skema BOOT.

Ketiga, menurut Fabby, peraturan tersebut harus mendorong kontrak PPA yang lebih jelas, transparan dan proses pengadaan yang lebih sederhana. Keempat, merekomendasikan pemberian insentif fiskal, seperti pembebasan PPN pada saat konstruksi. Ia menilai, langkah ini bisa sangat membantu untuk mengurangi beban biaya, khususnya pada pembangkit jenis hidro.

“Untuk beberapa konstruksi misalnya hidro, pembebasan PPN selama masa konstruksi yang sampai 2-3 tahun itu sangat membantu menurangi capex-nya”, jelasnya.

Sementara dari sisi pemerintah, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebut bahwa pihaknya tak menutup kemungkinan untuk merevisi peraturan tersebut. Rida bilang, Kementerian ESDM terbuka untuk menerima masukan dari berbagai kalangan sebagai dasar pertimbangan. “Namanya regulasi, ya terbuka (untuk direvisi). Tapikan tidak sekadar untuk kepentingan investor, Kita catat masukan sebagai pertimbangan, pemerintah tinggal mengkaji,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×