Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) didorong untuk berkontribusi besar dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Arifin Rudiyanto mengatakan, sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pertamina mengemban banyak tugas.
Dalam hal ini, Pertamina tak hanya mengejar keuntungan semata, melainkan juga harus berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan negara.
Dia pun berharap Pertamina dapat menjadi pionir pengembangan EBT di Indonesia. Hal ini seiring jam terbang Pertamina yang cukup tinggi di bidang EBT, terutama terkait pemanfaatan panas bumi dan bioenergi.
“Tidak mungkin perusahaan private mau masuk ke bidang yang ketersediaannya belum pasti. Kalau Pertamina masuk dan berhasil, niscaya private juga bisa masuk,” ungkap dia saat acara Pertamina Energy Webinar, Selasa (8/12).
Baca Juga: Genjot EBT, Medco Power bidik kapasitas pembangkit hingga 5.000 MW dalam 5 tahun
Dia berpendapat, transisi energi hijau memerlukan strategi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, diperkirakan bahwa harga EBT masih akan lebih tinggi ketimbang harga energi berbasis fosil.
Namun, dalam jangka panjang, harga EBT akan menjadi lebih murah seiring meningkatnya teknologi dalam pengembangan EBT.
Untuk itu, fokus upaya yang coba pemerintah lakukan salah satunya adalah perbaikan kerangka regulasi untuk mendukung pengembangan EBT. Asal tahu saja, tidak lama lagi pemerintah akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) harga pembelian tenaga listrik energi terbarukan.
Selain itu, lanjut Arifin, pemerintah juga menyiapkan lembaga yang dapat menangani implementasi EBT di Indonesia. Upaya penyiapan sumber pendanaan yang tepat untuk EBT juga terus dilakukan supaya investasi di sektor tersebut tidak bergantung pada dana dari pemerintah.
“Sembari upaya-upaya tersebut jalan, peran Pertamina sangat diperlukan dalam menyiapkan SDM, teknologi, dan work plan (rencana kerja),” ujar dia.
Dihubungi terpisah, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai, Pertamina selaku BUMN energi layak mendapat tugas sebagai pionir pengembangan EBT di Indonesia.
Sebab, dengan kondisi risiko yang tinggi dan harga keekonomian yang belum kompetitif, tidak banyak investor yang mau berinvestasi di sektor EBT dalam negeri.
Dia memberi contoh, pengembangan panas bumi mengalami beberapa tantangan, salah satunya letak sumber energi yang sulit dijangkau dan minim infrastruktur.
Selama ini, risiko-risiko panas bumi dibebankan kepada investor. Baru akhir-akhir ini saja pemerintah punya rencana menanggung risiko eksplorasi panas bumi.
Lantas, selagi investor masih enggan berinvestasi, maka ini menjadi kesempatan bagi Pertamina sebagai pelopor pengembangan EBT, apapun jenisnya.
“Ini menjadi peluang untuk membuktikan bahwa pengembangan EBT adalah hal yang visible selama didukung oleh teknologi yang memadai,” imbuh dia, hari ini (8/12).
Fahmy pun berharap Pertamina benar-benar serius berkomitmen dalam mengembangkan EBT di Indonesia. Dengan berbekal sumber daya yang lebih memadai dibandingkan perusahaan lain, Pertamina mesti bisa memastikan bahwa program-programnya di sektor EBT dapat berjalan dengan baik dan sesuai rencana.
Sekadar informasi, Pertamina berencana menambah portofolio bisnis Subholding Power & New Renewable Energy (NRE) mencapai 40 gigawatt (GW) hingga tahun 2026 nanti. Dari jumlah tersebut, 10 GW berupa pembangkit listrik energi bersih sedangkan 30 GW berupa pabrik baterai kendaraan listrik dan panel surya.
Baca Juga: Potensi melimpah, Pertamina berkomitmen terus kembangkan EBT di Indonesia
Adanya peningkatan portofolio EBT tersebut diproyeksikan dapat menambah kontribusi pendapatan Pertamina sebesar US$ 8 miliar. Adapun untuk mencapai target tersebut, Pertamina membutuhkan investasi sebanyak US$ 15 miliar hingga tahun 2026 mendatang.
Untuk saat ini, mayoritas portofolio bisnis EBT Pertamina berasal dari proyek-proyek panas bumi melalui Pertamina Geothermal Energy (PGE).
PGE telah memiliki kapasitas pembangkit operasional sendiri sebanyak 672 megawatt (MW). PGE juga mengelola kapasitas pembangkit panas bumi sebesar 1.205 MW lewat skema joint operation contract (JOC). Perusahaan ini pun tengah mengawal eksplorasi dan pengembangan proyek panas bumi berkapasitas 495 MW.
Sementara itu, kontribusi kapasitas pembangkit dari Pertamina Power Indonesia (PPI) sekarang mencapai 1.774,15 MW.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News