kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.910.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

Perusahaan Jadi Tersangka di Kasus Minyak Goreng, Pemerintah Diminta Benahi Regulasi


Sabtu, 07 Oktober 2023 / 15:17 WIB
Perusahaan Jadi Tersangka di Kasus Minyak Goreng, Pemerintah Diminta Benahi Regulasi
ILUSTRASI. Pedagang memperlihatkan stok minyak goreng bersubsidi Minyakita di Pasar Induk Rau kota Serang, Banten, Minggu (12/2/2023). Perusahaan Jadi Tersangka di Kasus Minyak Goreng, Pemerintah Diminta Benahi Regulasi.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga perusahaan di sektor industri sawit, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan minyak goreng. Keputusan ini mendapat sorotan publik.

Keterlibatan perusahaan-perusahaan tersebut mengundang kekhawatiran, terutama karena mereka sebenarnya merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk mengendalikan harga minyak goreng di masyarakat.

Sadino, akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, menyatakan bahwa penetapan ketiga perusahaan tersebut sebagai tersangka menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menyusun kebijakan yang memberikan kepastian hukum.

"Ada berbagai masalah dalam industri sawit, mulai dari status lahan, kemitraan, hingga kebijakan yang tidak konsisten. Sebagai hasilnya, beberapa perusahaan menghadapi masalah hukum, padahal produksi dan distribusi sudah diserahkan ke pihak swasta," kata Sadino.

Menurut Sadino, melibatkan sektor swasta dalam kebijakan pemerintah tanpa memberikan perlindungan hukum merupakan tindakan yang tidak bijaksana. Pemerintah perlu membenahi regulasi, terutama yang melibatkan sektor swasta, untuk memberikan kepastian hukum.

"Harmonisasi hukum sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi," tegasnya.

Ketidakpastian ini berdampak pada pelaku usaha, yang menjadi lebih berhati-hati dalam menjalankan program pemerintah. Mereka khawatir terhadap risiko hukum, terutama jika kebijakan yang mendasarinya berubah-ubah.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menyampaikan bahwa penetapan tiga perusahaan sebagai tersangka menjadi peringatan bagi pengusaha. "Perusahaan akan lebih berhati-hati dalam menanggapi kebijakan pemerintah di masa depan," jelas Eddy dalam keterangannya, Sabtu (7/10).

Eddy menambahkan bahwa meskipun pengusaha swasta mendukung program pemerintah, mereka akan lebih berhati-hati jika kebijakan yang dikeluarkan menimbulkan keraguan atau risiko. 

"Jika ada keraguan, perusahaan akan mendiskusikannya dengan pemerintah, sehingga implementasinya mungkin menjadi lebih lambat," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×