kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.986.000   17.000   0,86%
  • USD/IDR 16.845   62,00   0,37%
  • IDX 6.678   64,31   0,97%
  • KOMPAS100 965   12,70   1,33%
  • LQ45 752   9,64   1,30%
  • ISSI 212   1,74   0,83%
  • IDX30 390   4,66   1,21%
  • IDXHIDIV20 469   4,65   1,00%
  • IDX80 109   1,41   1,30%
  • IDXV30 115   1,51   1,33%
  • IDXQ30 128   1,42   1,12%

Produktivitas tembakau RI masih kalah oleh Vietnam


Kamis, 21 Januari 2016 / 22:45 WIB
Produktivitas tembakau RI masih kalah oleh Vietnam


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) berharap pemerintah mau turun tangan membantu industri tembakau.

Soeseno Ketua APTI mengatakan, saat ini industri tembakau masih mendapat perlakuan berbeda dengan komoditas-komoditas pertanian lainnya. Padahal, industri tembakau menyumbang pemasukan yang sangat besar bagi negara melalui cukai, tenaga kerja, dan lainnya.

“Dari setiap batang rokok, pemerintah dapat 65%-nya, sementara yang masuk kantong petani cuma sekitar 6%. Padahal petani yang menanam, dan membeli pupuk,” ujarnya dalam diskusi Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi Makro mengenai RUU Pertembakauan di Jakarta, Kamis (21/1). 

Oleh karena itu, ia berharap, petani tembakau didukung keberadaannya dan dibantu. Misalnya saja dalam hal peningkatan produktivitas, mulai dari pendampingan, hingga pemberian bibit unggul dan pupuk. Selain itu juga dibantu dalam hal infrastruktur, dan peralatan yang modern. Dengan begitu, produktivitas tembakau akan meningkat dan pemasukan kepada negara juga bisa lebih besar lagi.

“Saat ini, rata-rata produksi setiap hektare cuma 0,7 ton, sedangkan di Vietnam bisa sampai 2,5 ton. Itu karena pemerintah Vietnam turut membantu petaninya,” kata Soeseno.

Selain itu, kata dia, tata niaga pertanian juga harus dibenahi. Pasalnya, petani sulit mendapatkan akses langsung untuk menjual hasil panennya kepada pabrikan, melainkan harus mengandalkan para pengepul. Dan itu membuat pemasukan yang didapat petani menjadi tidak maksimal.

Oleh karena itu, melalui RUU Pertembakauan yang kini sedang dibahas di DPR, ia berharap memuat aturan mengenai tata niaga pertanian tembakau.

Misalnya dengan mengatur program kemitraan antara petani dan pabrikan seperti halnya di industri sawit. Dengan begitu, ada kepastian pasar bagi petani tembakau. 

Ayub Laksono, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendapatan Daerah (LP3D) menambahkan, saat ini banyak daerah yang mengandalkan tembakau dalam memperoleh pemasukan daerah.

Menurutnya, saat ini ada empat Kabupaten yang produk domestik regional bruto-nya (PDRB) di atas 50% dari tembakau. Seperti Kudus, Kediri, Malang, dan Surabaya. “Artinya, kalau industri tembakaunya terganggu, maka pemasukan ke daerah itu juga akan minim,” ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR Muhammad Misbakhun mengatakan, sampai saat ini Indonesia memang memiliki undang-undang yang mengatur mengenai industri tembakau. Padahal industri ini menyumbang sangat besar pada pemasukan negara dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pihaknya bakal menerima masukan dalam para petani dan stakeholder di industri ini.

“Nanti di UU, juga akan dibahas soal harga tembakau, supaya saat panen, harga tembakau petani tidak jatuh. Jadi akan ada batas bawahnya. Soal harga itu, Pemda, juga akan dilibatkan, supaya pengumpul tidak seenaknya menentukan harga rendah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×