Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Para petani tembakau meminta perlindungan, di tengah tantangan industri seperti saat sekarang ini. Seperti hal disampaikan Sukirman, petani tembakau yang tinggal di Dusun Paok Rengge, Desa Waja Geseng, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Desa tersebut, menjadi salah satu desa penghasil komoditas tembakau. Sukirman beserta warga di sana hidupnya bergantung pada pertanian tembakau.
Setiap tahunnya, 20 % dari 128 kepala keluarga di dusun ini bisa menghasilkan 80 ton tembakau dari lahan seluas 40 hektare.
Satu ton tembakau kering yang mereka hasilkan tersebut rata-rata dihargai Rp 35 juta. Bisa dibayangkan berapa penghasilan yang mereka dapatkan setiap tahunnya.
Hal inilah yang membuat Sukirman dan petani tembakau di Dusun Paok Rengge bertahan menanam tembakau. Tanaman semusim itu dapat menanggung kehidupan mereka selama setahun penuh.
“Saya tak pernah sukses menanam tanaman lain kecuali tembakau. Percobaannya untuk menanam sayuran lain tak pernah sesukses tembakau,” ujar Sukirman dalam keterangan pers, Rabu (28/10) kemarin.
Dia menuturkan, tekstur tanah dan kondisi alam Lombok yang relatif kering memang cocok untuk menanam tembakau yang tak memerlukan banyak air. Tak hanya itu, pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian pun sampai saat ini hanya pada pertanian tembakau.
Dirinya mengakui, tak ada pihak yang melakukan pendidikan pertanian lain kepada masyarakat Lombok termasuk pemerintah.
Padahal, Lombok adalah masyarakat petani. Petani tembakau Lombok, sangat bergantung pada industri rokok, karena sebagai yang menampung semua hasil panen petani.
"Pemberdayaan dan pengetahuan pertanian tembakau diberikan oleh industri. Pemerintah tak pernah memberikan pemberdayaan apalagi bantuan dana terhadap para petani tembakau,” tuturnya.
Faktor-faktor itu yang membuat petani tembakau Lombok bisa dikatakan sangat bergantung pada industri. Karena memang sampai saat ini tak ada pihak yang betul-betul memperhatikan mereka kecuali pemberdayaan dari industri.
Saat ditanya mengenai bahaya tembakau bagi kesehatan, Sukirman mengatakan, melarang pertanian tembakau sebenarnya bisa dilakukan bukan cara yang bijak untuk mengurangi berbagai risiko yang ditimbulkan produk turunan tembakau tersebut. Begitu pula dengan pendiskriminasi petani tembakau yang tak dapat bantuan sama sekali dari pemerintah.
“Justru, jika pemerintah ingin mengendalikan tembakau, seharusnya mereka yang berada di garda depan untuk membantu dan memberdayakan para petani,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika dibuat peraturan pengendalian tembakau, maka buatlah yang tak merugikan petani, pun tak menimbulkan risiko besar terutama bagi kesehatan.
Dia berharap agar pemerintah berkomitmen memperhatikan petani tembakau. “Ingat, jutaan pekerja yang memiliki keluarga di Indonesia saat ini bergantung pada tembakau. Maka, tak bisa begitu saja mereka diabaikan, yang dibutuhkan adalah solusi bukan kontroversi,” tutupnya.
Guru Besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian UGM KH Muhammad Maksum Mahfoedz mengatakan pemerintah harus melindungi petani tembakau. "Saya dukung kampanye hidup sehat, tapi itu menjadi zalim kalau malah menghancurkan petani tembakau," tegas Maksum.
Menurut dia, penetrasi internasional terhadap petani tembakau di Indonesia sangat kuat dan telah membuat pemerintah semakin kebingungan dan lemah. Masuknya intervensi asing yang mendanai berbagai lembaga, baik lembaga pemerintah, LSM, maupun organisasi keagamaan, bertujuan untuk mematikan keberlangsungan petani tembakau.
Maka, mereka melakukan berbagai strategi perang opini maupun advokasi ke para pemangku kepentingan dengan berusaha meyakinkan betapa bahayanya produk tembakau bagi kesehatan. Nah, survei yang dilakukan MTCC bisa jadi bagian dari advokasi publik.
Maksum yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ (PBNU) menilai bahwa persoalan tembakau terkait dengan segala macam aspek, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Tembakau, katanya, bukan hanya terkait masalah kesehatan dan ekonomi, tapi banyak aspek lainnya seperti budaya.
Untuk itu, ia mengharapkan kebijakan apa pun soal tembakau harus memperhatikan kompleksitas itu, agar permasalahannya bisa diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan dan memikirkan nasib petani tembakau yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, di antaranya di Jawa seperti Temanggung, Sumedang, Demak, dan Pemekasan, serta di beberapa daerah di Sumatera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News