kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Soal lonjakan tagihan listrik, PLN bersikukuh akibat kenaikan konsumsi selama pandemi


Kamis, 11 Juni 2020 / 17:39 WIB
Soal lonjakan tagihan listrik, PLN bersikukuh akibat kenaikan konsumsi selama pandemi
ILUSTRASI. PLN bersikukuh lonjakan tagihan listrik, khususnya di segmen rumah tangga, terjadi karena adanya peningkatan konsumsi.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih bersikukuh lonjakan tagihan listrik, khususnya di segmen rumah tangga, terjadi karena adanya peningkatan konsumsi saat masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan work from home (WFH).

Direktur Niaga dan Manajemen Pelayanan Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan, tagihan listrik yang meningkat juga terjadi karena perbedaan skema pencatatan. Semula pencatatan dilakukan ke rumah konsumen pada saat normal. Namun sejak PSBB diberlakukan akhir Maret, pencatatan dihitung dengan rata-rata tiga bulan sebelumnya.

"Apa alasannya? Karena pencatat meter itu bisa mengunjungi 250-300 rumah dalam sehari. Probabilitas (covid-19) sangat besar, membahayakan petugas dan masyarakat," kata Bob dalam webinar yang digelar YLKI, Kamis (11/6).

Baca Juga: Cegah tagihan listrik PLN melonjak, lakukan dengan cara ini

Menurut Bob, penghitungan dengan rata-rata di bulan sebelumnya juga lumrah dilakukan di sejumlah negara di saat masa pandemi ini. "Ada yang rata-rata enam bulan, ada yang satu tahun. Kita ambil tiga bulan supaya lebih dekat. Masalahnya tiga bulan itu dalam kondisi normal," sambung Bob.

Artinya, rekening Maret yang ditagih April dihitung berdasarkan rata-rata tiga buan sebelumnya, yakni Desember, Januari dan Februari. Begitu juga untuk tagihan rekening untuk bulan April, yang dihitung rata-rata tiga bulan sebelumnya.

Bob menegaskan, formula perhitungan tarif masih tetap sama, yakni tarif dasar listrik dari pemerintah yang belum berubah sejak 2017 dikalikan dengan volume pemakaian. Dia memberikan gambaran, rata-rata pemakaian listrik selama tiga bulan di waktu normal adalah 100.

Baca Juga: Kemenko Maritim: Akan ada peringatan keras ke PLN jika terbukti melanggar

Setelah PSBB dan WFH diterapkan pada bulan Maret, konsumsi listrik di rumah meningkat menjadi 120. Namun, tagihan listrik bulan Maret masih dihitung dengan konsumsi 100 karena menggunakan rata-rata sebelum pandemi.

Berlanjut di bulan April, PLN masih menggunakan rata-rata konsumsi 100, padahal seharusnya pemakaian riil sudah naik menjadi 140. "PLN tetap hitungnya 100. Padahal itu sudah ada kenaikan 40+20 jadi kurangnya 60," imbuh Bob.

PLN pun baru mencatat konsumsi listrik dengan jumlah yang riil pada bulan Mei. Bob menyebut, dengan adanya WFH dan konsumsi di bulan Ramadan, konsumsi listrik Mei cenderung kembali meningkat.

Baca Juga: Pelaku industri akan dapat subsidi listrik, butuh stimulus Rp 1,85 triliun

Lalu, ditambah dengan kekurangan tagihan atas konsumsi di bulan Maret dan April, tagihan di bulan Mei terlihat membengkak. "Jadi kami tambahkan yang carry over 60 tadi. Sebutlah pemakaian Mei juga 140, maka jadi 200 dikalikan tarif. Itu lah kenapa terlihat lonjakan yang langsung besar," sebut Bob.

Agar tidak langsung memberatkan konsumen, kata Bob, PLN pun memberlakukan upaya perlindungan konsumen dengan melakukan angsuran atas carry over tagihan listrik. Kebijakan ini diberikan pada 1,93 juta pelanggan yang berpotensi mengalami lonjakan tagihan listrik dengan kriteria untuk pelanggan yang mengalami kenaikan tagihan 20% ke atas.

Baca Juga: Tagihan Listrik PLN Menyisakan Banyak Misteri

Dengan begitu, bersamaan di bulan Juni akan ditagihkan 40% dari besaran lonjakan tagihan. Sedangkan carry over sebanyak 60% dari kenaikan tagihan akan diangsur tiga kali mulai rekening bulan Juli 2020.

Untuk menampung keluhan pelanggan, Bob mengatakan bahwa sejak bulan Mei PLN telah membuka posko informasi tagihan listrik, serta membuka kontak center dan media sosial PLN.

Dia menyebut, sudah ada 65.786 pelanggan yang sudah mengajukan aduan. Pengaduan paling banyak terjadi di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 10.269 pelanggan meminta adanya pengubahan perhitungan rekening. Sebanyak 9.824 di antaranya sudah diproses.

Bob pun menjamin, PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik di luar ketentuan pemerintah yang belum mengubah tarif sejak 2017. Dia juga menolak jika ada yang mengaitkan melonjaknya tagihan listrik dengan isu subsidi silang terhadap insentif listrik golongan 450 VA dan 900 VA.

Dia pun mempersilakan agar konsumen bisa menghitung sendiri dan melaporkan kecurigaannya kepada PLN. Jika terjadi selisih (dispute), PLN dan konsumen akan melakukan verifikasi bersama terhadap kWh meter yang menunjukkan pemakaian riil.

"Kalau ada dispute, meteran transaksi menjadi acuan untuk melihat volume pemakaian. Meteran kan ada di rumah pelanggan, bukan kantor PLN, artinya bisa dilihat, bisa dihitung, semuanya transparan," sebutnya.

Baca Juga: Pemerintah bakal investigasi PLN atas melonjaknya tagihan listrik pelanggan

Ke depan, guna memperbaiki mekanisme pencatatan konsumsi listrik, Bob menyebut bahwa PLN sedang melakukan uji coba dengan dua skema. Yakni melalui aplikasi PLN mobile yang bisa membaca meter mandiri, serta kWh meter dua arah yang saling terhubung antara PLN dengan pelanggan.

Hanya saja, Bob pun mengeluhkan masih kurangnya kemauan masyarakat untuk melaporkan secara mandiri. PLN, sambungnya, telah melakukan sosialisasi pelaporan stand meter secara mandiri melalui foto yang dikirimkan lewat WhatsApp.

Baca Juga: PLN klaim selesai tangani 92,6% aduan pelanggan terkait tagihan listrik

Pelaporan dibuka setiap tanggal 24 hingga 27 setiap bulannya ke kontak WhatsApp 08122123123. Namun, hingga bulan Mei, baru 1,2 juta pelanggan dari 43 juta pelanggan yang melaporkan dengan skema tersebut.

Di sisi lain, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta tiga hal terkait dengan lonjakan tagihan ini. Pertama, Tulus meminta supaya PLN bersikap lebih proaktif lagi dalam menangani pengaduan konsumen. "Menurut informasi yang kami terima banyak konsumen yang mengadu, tapi banyak yang tidak bisa diterima, dan tidak tertangani," sebutnya.

Kedua, PLN diminta untuk lebih masif dalam mensosialisasikan kebijakan kepada konsumen, khususnya di area yang banyak terdampak. Menurut Tulus, keterkejutan yang dialami masyarakat saat tagihan membengkak menjadi bukti adanya disinformasi antara PLN dan pelanggan.

"Sehingga konsumen merasa ini ada kecurangan dan ada kenaikan tarif sepihak, padahal katanya tidak ada kenaikan tarif," ungkapnya.

Baca Juga: Tagihan listrik melejit segera lapor ke pengaduanenergi@maritim.go.id

Ketiga, untuk konsumen yang mengalami kenaikan tagihan signifikan, bahkan ada yang 50%-200% lebih, Tulus meminta agar konsumen segera melapor kepada pihak PLN. Klarifikasi atau penjelasan sangat penting agar hak dan kewajiban masing-masing bisa dipenuhi.

"Dengan kondisi ini kita meminta kepada manajemen PLN lebih terbuka, proaktif dan cepat menangani aduan konsumen. Konsumen juga jangan segan melapor, karena ini adalah hak kita. Agar hak kita tidak dilanggar oleh PLN selaku penyedia listrik di Indonesia," pungkas Tulus.

Baca Juga: Wow, ada pelanggan yang tagihan listriknya melejit hingga 1000%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×