Reporter: Evilin Falanta | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Walaupun Kementerian Perdagangan menargetkan transaksi perdagangan Indonesia-Swedia tahun ini bisa meningkat menjadi US$ 1,2 miliar, namun sejak 2005 hingga kini, ekspor Indonesia ke Swedia masih tetap defisit.
Indonesia lebih banyak mengimpor dari Swedia ketimbang mengekspor. Pada Januari-November 2010 total perdagangan Indonesia-Swedia sebesar US$ 809,1 juta. Pada periode ini, ekspor Indonesia defisit US$ 520,2 juta.
Sementara, pada kerjasama perdagangan tahun 2009 dengan total transaksi sebesar Rp 856,6 juta, ekspor Indonesia defisit sebesar US$ 532,1 juta. Angka defisit ekspor Indonesia ini menurun 2,3%.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu bilang, penyebab defisit neraca perdagangan Indonesia selama periode tersebut karena hingga saat ini Indonesia masih banyak mengimpor berbagai komoditi dari Swedia.
Beberapa barang impor dari Swedia seperti mesin pembuat kertas, mesin-mesin industri makanan, kendaraan bermotor, alat pengangkut barang hingga obat-obatan.
"Selain itu, defisit tersebut juga dipicu oleh adanya penurunan nilai ekspor komoditi utama Indonesia, seperti kelapa sawit, kayu dan produk kayu termasuk mebel, alas kaki, dan produk ban (karet) serta aksesori kendaraan bermotor," tambah Mari.
Belum lagi, beberapa regulasi yang diterapkan Uni Eropa mengenai produk yang mengandung bahan kimia serta legalisasi perdagangan kayu di Eropa (Forest, Law, Enforcement Governance and Trade) dan Renewal Energy Directive (RED) membuat ekspor produk kayu dan CPO Indonesia menurun.
“Padahal, kontribusi terbesar bagi ekspor Indonesia yaitu kelapa sawit dan kayu serta produk kayu seperti mebel,” katanya.
Untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia dengan Swedia, Pemerintah secara khusus mengajak Swedia untuk melakukan kerjasama teknis di bidang peningkatan kapasitas dan transfer teknologi di sektor industri kelapa sawit dan industri mebel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News