kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Utang proyek bangun kilang bebani kas Pertamina


Selasa, 31 Oktober 2017 / 19:41 WIB
Utang proyek bangun kilang bebani kas Pertamina


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) berkomitmen untuk melanjutkan seluruh proyek kilang baik proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) ataupun New Grass Root Refinery (NGRR). Namun di sisi lain, proyek kilang tersebut pasti memberatkan keuangan perseroan.

Makanya Pertamina mencoba memundurkan proyek kilang selama satu hingga dua tahun agar tidak resiko keuangan yang ditanggung Pertamina tidak terlalu tinggi. Pasalnya 60%-70% pendanaan untuk proyek kilang didapat dari pinjaman.

Bahkan saat ini Pertamina tengah melakukan market sounding untuk project financing kilang Tuban dan kilang Balikpapan. Namun Pengamat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi menyebut pemunduran pengerjaan kilang bukan solusi yang baik.

Begitu juga dengan melakukan pendanaan melalui pinjaman hanya akan memberatkan keuangan Pertamina.

"Dalam bentuk pinjaman apapun akan memperberat beban Pertamina. Itu tidak tepat penggunaan alternatif financing tadi. Itu akan tambah beban Pertamina. Pertamina tidak bisa investasi di sektor lain misalnya di hulu karena pinjaman harus bayar pokok pinajman dan bunga yang akan menimbulkan beban,"jelas Fahmy ke KONTAN pada Selasa (31/10).

Makanya Fahmy memberikan solusi agar Pertamina mencari sumber pendanaan lainnya. Salah satu caranya dengan menjalin patnership dengan pihak swasta.

Pertamina bisa menawarkan jumlah saham yang lebih besar kepada swasta semisal 60%-70%. Agar swasta tertarik berpartner dengan Pertamina, maka Fahmy bilang Peetamina harus mampu meyakinkan bahwa proyek kilang yang akan dibangun profitable.

Selain itu, Pertamina juga harus bisa memberikan jaminan produk kilang yang akan dibangun bisa diserap seluruhnya di dalam negeri. Dengan begitu akan banyak swasta yang mau ikut terlibat dalam pembangunan kilang RDMP atupun GRR.

Namun sayangnya menurut Fahmy, Pertamina lebih memilih project financing. Sejauh inipun Pertamina memang sudah berpatner dengan Rosneft di kilang Tuban, Saudi Aramco di kilang Cilacap, dan sempat berpatner dengan perusahaan Thailand di kilang Balikpapan tapi batal. Seluruh proyek yang menggandeng swasta ini maish dipegang saham mayoritasnya oleh Pertamina.

Pertamina pun baru akhir-akhir ini berencana membuka peluang berpatner untuk dengan kepemilikan swasta yang lebih besar di proyek kilang Bontang. Padahal menurut Fahmy banyak swasta yang pasti tertarik masuk ke proyek kilang.

" Selama ini belum melakukan Pertamina. Pertamina lebih memilih skema financing atau utang. Saya kira dengan kondisi pasar yang cukup besar, cukup profitable, saya kira bisa jadu daya tarik untuk patner Pertamina,"jelasnya.

Apalagi menurut Fahmy, sektoe hilir tidak masalah jika melibatkan swasta. Terlebih lagi Indonesia butuh kilang dalam negeri untuk menekan impor BBM.

"Pembangunan kilang baru atau RDMP merupakan keniscayaan yang harus dilakukan Pertamina,"tegaa Fahmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×