Reporter: Muhammad Julian | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan baterai jenis lithium-ion phosphate atau LiFePO4 (LFP) pada kendaraan listrik semakin menarik perhatian. Pada 6 November 2023, The Korea Herald melaporkan rencana Hyundai Motor Group untuk mengembangkan baterai alternatif berbasis LiFePO4 untuk kendaraan listriknya.
Berdasarkan informasi dari media lokal, baterai LFP ini akan dipasang pada kendaraan listrik Hyundai di segmen entry-level dan harga menengah pada tahun 2025. Meski begitu, manajemen Hyundai Motor Group masih enggan memberikan pernyataan resmi mengenai hal ini.
"Saat ini, kami tengah menjajaki kerja sama dengan produsen baterai kecil dan perusahaan besar di Korea seperti LG Energy Solution, Samsung SDI, dan SK On," ungkap sumber anonim dari The Korea Herald pada 6 November 2023.
Baca Juga: Harga Motor Listrik Polytron S Rp 9 Juta, Cek Beda Baterai SLA, LifePo & Lithium Ion
Di Indonesia, Wuling Air EV, produksi Wuling, telah menggunakan baterai LiFePO4. Wuling secara resmi menyatakan bahwa baterai ini telah melewati 16 uji ketahanan yang mencakup tes jatuh, kebakaran, uji rotasi berulang, rendaman air, benturan, hingga uji getaran, untuk memastikan keamanan penggunaan baterai mobil listrik sehari-hari.
Pengamat Otomotif, Bebin Djuana, mengungkapkan bahwa minat pabrikan otomotif terhadap baterai LFP dipicu oleh faktor biaya produksi dan kapasitas yang unggul.
"Ada laporan yang menyebutkan bahwa harganya dapat ditekan hingga 40%, hal ini tentu krusial dalam persaingan. Selain itu, kapasitas yang lebih tinggi, ringan, tidak mudah panas saat fast charging, dan stabil pada suhu di bawah nol Celsius menjadi keunggulan tambahan," kata Bebin kepada KONTAN belum lama ini.
Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto, menyatakan bahwa setiap merek memiliki pertimbangan sendiri dalam memilih teknologi baterai untuk kendaraan listrik mereka.
Baca Juga: Baterai Lithium Ion Phosphate Mulai Diminati, Masa Depan Industri Nikel Bagaimana?
"Setiap merek memiliki pertimbangan sendiri, dan Gaikindo tidak dapat memberikan komentar mengenai tren penggunaan baterai LFP ini," ujar Jongkie kepada Kontan.co.id pada 19 Januari 2024.
Plh Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno, mengakui bahwa tren penggunaan baterai LFP dapat berpotensi mengubah permintaan dan pasokan nikel.
Karena baterai LFP menggunakan fosfat besi sebagai katoda, hal ini mengurangi ketergantungan pada nikel yang selama ini mendominasi sebagai bahan baku baterai lithium-ion konvensional, terutama yang menggunakan katoda nikel-mangan-kobalt (NMC) atau nikel-kobalt-alumina (NCA).
“Jika baterai LiFePO4 semakin populer dan banyak digunakan, ada potensi untuk mengubah permintaan dan pasokan nikel,” ujar Djoko pada 19 Januari 2024.
Baca Juga: Produsen Komponen Lithium Ini Bangun Pabrik di KEK Kendal US$ 290 Juta
Namun, Djoko juga menegaskan bahwa penggunaan baterai LFP belum memiliki dampak signifikan terhadap industri nikel di Indonesia karena serapan nikel untuk kebutuhan industri dasar lain masih tinggi.
Pendapat senada disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli. Menurutnya, tren penggunaan baterai LFP tidak langsung membuat masa depan industri nikel suram.
“Nikel juga digunakan sebagai stainless steel (nickel class-2), selain juga digunakan sebagai bahan baku baterai. Tahun 2040 diperkirakan konsumsi nikel class-2 tetap tinggi dengan persentase 45%, sedangkan untuk baterai precursor sekitar 41% dan sisanya untuk penggunaan lain-lain,” kata Rizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News