Reporter: Leni Wandira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri penerbangan nasional di paruh kedua tahun ini diperkirakan belum akan tumbuh cepat.
Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bayu Sutanto mengatakan, belum ada pendorong kuat yang membuat industri penerbangan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, terutama di pasar domestik.
“Untuk semester II 2025, belum ada driver yang membuat pertumbuhan bisa lebih besar dari tahun lalu, khususnya untuk pasar domestik,” ujar Bayu saat dihubungi, Senin (21/7).
Namun, untuk penerbangan internasional, data dari dua bandara utama, yakni Soekarno-Hatta (CGK) dan I Gusti Ngurah Rai (DPS), menunjukkan bahwa volume penumpang telah melampaui level prapandemi tahun 2019.
Baca Juga: Bukan Isapan Jempol, Indonesia Airlines Resmi Dapat Izin Terbang Nasional dan Global
Bayu menambahkan, tingginya biaya operasional masih menjadi tantangan utama yang dihadapi maskapai nasional. Beberapa faktor seperti harga avtur, nilai tukar dolar AS, dan bea masuk suku cadang menyebabkan tekanan berat terhadap keuangan maskapai.
“Sementara tarif batas atas (TBA) masih belum direvisi, biaya operasi justru terus meningkat. Ini menjadi beban signifikan bagi maskapai,” jelasnya.
Dari sisi kapasitas, jumlah pesawat yang dapat beroperasi secara optimal pun belum kembali ke level sebelum pandemi. Saat ini, terdapat sekitar 350 unit pesawat yang serviceable, dibandingkan dengan sekitar 470 unit pada periode sebelum pandemi.
“Masih banyak kendala untuk bisa mengembalikan kapasitas seperti semula, baik karena masalah supply chainkomponen, antrean MRO (maintenance, repair, and overhaul), keterbatasan modal, serta minimnya dana cadangan perawatan,” lanjut Bayu.
Menanggapi tren pembukaan rute baru dan penambahan armada, Bayu menekankan bahwa langkah tersebut pada dasarnya dilakukan untuk mengembalikan kapasitas operasional ke level semula, bukan ekspansi agresif.
“Beberapa maskapai memilih membuka atau menambah rute internasional karena pertimbangan tidak adanya batasan tarif, tidak dikenakan PPN, serta harga avtur yang lebih murah di luar negeri,” katanya.
Baca Juga: Indonesia Airlines Kantongi 4 Sertifikat Angkutan Udara, Siap untuk Mengudara
Permintaan pasar sendiri mulai menunjukkan perbaikan, terutama dari segmen perjalanan dinas pemerintah dan pelaku perjalanan bisnis lainnya.
Namun demikian, mengingat tidak adanya peak season yang tersisa di paruh kedua tahun ini selain libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), maskapai akan lebih berhati-hati dalam memasang target kinerja.
“Setiap maskapai akan benar-benar realistis dalam hal target bisnis seperti jumlah penumpang, utilisasi pesawat, dan EBITDA sebagai ukuran utama kinerja operasional,” kata Bayu.
Selanjutnya: Rupiah Bergerak di Level Paling Lemah Dalam Sebulan Terakhir, Senin (21/7)
Menarik Dibaca: Tokopedia-TikTok Shop Gandeng Kalbe & Accelerice, Dukung UMKM Makanan Balita
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News