Reporter: Vina Elvira | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menatap tahun 2026 dengan optimisme tinggi. Hal ini sejalan dengan fondasi industri sawit nasional yang masih sangat kuat di sepanjang periode berjalan.
Ketua Umum GAPKI Eddy Martono menyatakan, industri sawit mencatat kinerja yang solid sepanjang 2025. Hingga September 2025 produksi minyak sawit nasional telah mencapai lebih dari 43 juta ton, tumbuh 11% dibanding periode yang sama tahun lalu.
“Denyut industri kita masih kuat. Produksi hingga September melonjak 11% dibanding tahun lalu,” ungkap Eddy dalam pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2025 di Nusa Dua, Bali, pada Kamis (13/11/2025).
Baca Juga: Industri Sawit Bersiap Hadapi Aturan EUDR, Gapki: Ada Masa Transisi
Kinerja ekspor juga terpantau naik signifikan. Total ekspor, termasuk CPO dan turunannya seperti oleokimia serta biodiesel, telah mencapai lebih dari 25 juta ton, naik 13,4% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dia menambahkan, nilai ekspor tersebut menghasilkan devisa sebesar US$27,3 miliar, tumbuh 40% dibandingkan 2024.
Sementara itu, konsumsi domestik juga tetap solid. GAPKI mencatat, konsumsi minyak sawit dalam negeri mencapai 18,5 juta ton, sedikit lebih tinggi dibanding 17,6 juta ton pada tahun lalu.
Eddy menegaskan bahwa dengan kebijakan yang tepat, GAPKI meyakini industri sawit akan tetap menjadi penopang utama utama surplus perdagangan Indonesia.
Namun, pelaku industri juga tetap harus waspada terhadap dinamika global, terutama implementasi EU Deforestation Regulation (EUDR). Menurutnya, EUDR bukan sekadar buku peraturan, melainkan tantangan terhadap sistem kita.
Baca Juga: Pengusaha Sawit Waspadai Dampak Wacana DMO terhadap Harga CPO dan TBS
Maka dari itu, di era tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, industri sawit nasional ke depan bergantung pada penguasaan tiga bidang penting, mencakup perdagangan global yang dinamis, tata kelola yang cerdas, dan kebijakan biofuel yang kuat.
“Kebijakan Biofuel kita. Kebijakan seperti B35 dan B40 bukan hanya regulasi, ini adalah mahakarya tata kelola yang cerdas. Kebijakan ini telah menciptakan fondasi kuat permintaan domestik, menekan emisi, dan memberi kehidupan baru bagi para petani. Inilah kebijakan dengan kecerdasan nasional,” jelasnya.
Dengan tata kelola yang lebih kuat, kebijakan biofuel yang konsisten, dan dukungan pemerintah, GAPKI optimistis tantangan di pasar global dapat diubah menjadi peluang pertumbuhan di 2026.
“Minyak sawit bukan sekadar komoditas, ini adalah fondasi surplus perdagangan Indonesia, dan penopang utama ekspor kita. Saat kita menatap tahun 2026, optimisme kita bukan buta, tapi tekad,” tutup Eddy.
Selanjutnya: Rupiah Spot Melemah 0,11% ke Rp 16.735 per Dolar AS Kamis (13/11) Siang
Menarik Dibaca: KBRI New Delhi Keluarkan Imbauan Keamanan untuk WNI di Tengah Situasi Pasca Ledakan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













