Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
Sektor non F&B, juga dinilai Levita masih memiliki potensi meski tak setinggi F&B. Ia memberi contoh seperti bidang jasa dan ritel.
"Walaupun F&B masih teratas tapi tidak semua orang mau bisnis kuliner. Bisnis non F&B lain masih direspon baik, misalkan bisnis baju, sepatu, ritel, sampai pada saat ini masih bagus. Jadi bisnis diluar F&B masih berpeluang, seperti bisnis kebutuhan masyarakat atau misal produk yang ngetren," sambung Levita.
Baca Juga: WALI targetkan industri waralaba tumbuh 15% tahun depan
Sektor pendidikan juga dirasakan akan berkembang di 2020 menurut Konsultan waralaba dari Proverb Consulting Erwin Halim.
Erwin menyebut F&B jadi sektor yang ranking satu di bisnis waralaba lantaran memiliki nilai plus seperti pay back periode (PBP) yang cepat, BEP dengan jumlah penjualan relatif sedikit dibanding bisnis lain serta ROi lebih besar dan cepat terukur.
Tak hanya itu Levita menambahkan, F&B menjadi kebutuhan masyarakat yang selalu dibutuhkan. Namun F&B disebut Levita memiliki nilai minus ditindak tahan lama disimpan yang artinya ada tingkat risiko yang harus diperhatikan.
Selain itu, Erwin juga berpendapat sektor F&B memiliki kelemahan jika pebisnis ingin memindah lokasi maka diperlukan biaya tambahan renovasi. Di mana tampilan tempat penjualan untuk bisnis F&B sangat mempengaruhi penjualan.
Baca Juga: Jaminan Halal dan Utopia Keadilan
Sektor non F&B pun sama memiliki tingkat kelebihan dan kelemahannya. Levita menerangkan sektor non-F&B memiliki nilai kelebihan di mana jika bentuknya produk maka masih dapat dipasarkan hingga tahun depan.
"Tapi kelemahannya ialah, harus lihat lagi apakah produk tersebut masih akan ada marketnya di masyarakat jika dipasarkan tahun berikutnya, itu untuk non F&B," tambah Levita.
Hal tersebut senada disampaikan Erwin, non bisnsis F&B memiliki efek bisnis jangka panjang dan relatif lebih stabil. Sedangkan kelemahannya ialah pada BEP yang terbilang butuh waktu panjang.