kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Gasifikasi PLTD disebut terganjal data kebutuhan gas dan keekonomian, ini kata PLN


Minggu, 31 Januari 2021 / 16:43 WIB
Gasifikasi PLTD disebut terganjal data kebutuhan gas dan keekonomian, ini kata PLN
ILUSTRASI. Karyawan PLN sedang memantau PLTD Lueng Bata Aceh


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) menegaskan program gasifikasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) untuk mengkonversi pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis High Speed Diesel (HSD) menjadi gas terus berjalan.

Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Agung Murdifi mengatakan bahwa pihaknya menjalankan program tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 13 Tahun 2020. "Pada prinsipnya masih on progres," kata Agung kepada Kontan.co.id, Minggu (31/1).

Sebelumnya diinformasikan, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menyampaikan bahwa program gasifikasi PLTD ini terganjal oleh keterbukaan data atas kebutuhan gas. Padahal, volume kebutuhan gas sangat terkait dengan faktor komersial atau keekonomian proyek tersebut.

Baca Juga: Kadin: Suku bunga kredit jadi masalah investor dalam negeri

Mengenai hal itu, Agung menyampaikan bahwa jumlah pembangkit yang akan digasifikasi akan disesuaikan dengan kebutuhan di setiap lokasi. Dia pun mengklaim, PLN sudah menyampaikan data kebutuhan gas kepada PGN. "Namun data tersebut tentu perlu di-review bersama antara PLN dan PGN untuk melihat kelayakan keekonomiannya," sambung Agung.

Dia menyebut, PLN berharap agar program gasifikasi pembangkit ini bisa diakselerasi. Sebab, konversi BBM ke gas ini dapat meminimalkan ketergantungan konsumsi pembangkit PLN terhadap BBM, yang mana sebagian besar masih diadakan melalui impor.

"PLN sangat berharap agar program gasifikasi bisa dipercepat, baik untuk pembangkit yang sudah operasi maupun pembangkit yang saat ini dalam tahap konstruksi, agar bisa secara paralel disiapkan infrastruktur gasnya oleh PGN," kata Agung.

Program ini diharapkan bisa meningkatkan penggunaan energi berbasis domestik pada ketenagalistrikan. "Ini untuk meningkatkan ketahanan energi nasional. Kami akan dorong potensi lokal yang ada," imbuh Agung.

Mengenai jumlah pembangkit yang akan digasifikasi, Agung kembali menegaskan bahwa hal itu bisa bertambah atau pun berkurang. "Tergantung pada kebutuhan kelistrikan di setiap lokasi pembangkit," pungkas dia.

Baca Juga: Pertamina jadikan fuel terminal Samarinda titik suplai baru Pertamax Turbo

Dalam Kepmen ESDM No. 13/2020, terdapat 52 pembangkit yang akan digasifikasi. Namun, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, jumlah pembangkit ada penyesuaian.

Sebelumnya, ada 4 pembangkit yang mengalami perubahan pola operasi sehingga diusulkan untuk dibatalkan, Lalu, ada 7 pembangkit yang diusulkan masuk ke dalam program gasifikasi tersebut. Sehingga, saat ini jumlah pembangkit yang direncanakan untuk gasifikasi bertambah dari 52 menjadi 55 pembangkit.

Mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Direktur Utama PGN Suko Hartono mengungkapkan, proyek konversi PLTD menemui kendala terkait jumlah kebutuhan volume gas. Selain itu, data yang disampaikan oleh PLN dinilai tidak memenuhi keekonomian proyek konversi PLTD.

"Proyek konversi ini memang masih jadi kendala lebih ke komersialnya. Pemanfaatan gas sangat jauh angkanya. Ini yang kami rasa perlu keterbukaan teman-teman PLN," kata Suko dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI yang digelar Rabu (27/1).

Sesuai penugasan PGN diharuskan memasok kebutuhan gas dan infrastruktur gas proyek. Sayangnya, keterbukaan PLN soal kebutuhan gas yang sebenarnya dari tiap pembangkit dinilai tidak sesuai.

Suko mencontohkan, PLTD berkapasitas 120 MW disampaikan oleh PLN kebutuhan gasnya hanya sekitar 2 BBTUD sampai 3 BBTUD. Jumlah ini dinilai tidak masuk dalam perhitungan secara keekonomian. "Saya rasa volumenya perlu dilihat secara terbuka sehingga kami bisa merealisasikan hal ini," ujar Suko.

Dalam kesempatan berbeda, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN Syahrial Mukhtar mengatakan bahwa pihaknya sedang membangun infrastruktur Liquefied Natural Gas (LNG) untuk gasifikasi pembangkit. Untuk tahap I direncanakan ada 30 pembangkit.

Baca Juga: ESDM menjawab tudingan aktivitas pertambangan biang keladi banjir Kalimantan Selatan

PLTD yang telah digasfikasi terletak di Sorong, dan pada tahun ini akan menyusul PLTD di Nias dan Tanjung Selor. Dalam pembangunan infrastruktur LNG, Syahrial menegaskan bahwa kepastian volume menjadi parameter yang sangat penting dalam menentukan skema logistik dan faktor biaya.

Dia mengakui penghitungan keekonomian menjadi sulit lantaran jumlah volume yang sedikit. Terlebih, pembangkit yang digasifikasi ini digunakan sebagai peaker oleh PLN sehingga kapasitasnya tidak optimal.

"Sehingga kita harus cari terobosan, bagaimana ini bisa jalan. Yang kita lakukan adalah membuat pengelompokkan dari titik-titik yang berdekatan dalam bentuk sebuah klaster," ungkap Syahrial.

Berdasarkan klaster tersebut, diperoleh simulasi dari mana pasokan LNG, ukuran kapal, lama perjalanan hingga kapasitas penampungan (storage) yang dibutuhkan.

Baca Juga: Batubara jadi barang kena pajak, PPN 10% dibayar oleh PLN

Dengan skema tersebut, diharapkan harga gas bisa lebih ekonomis. Sebab, volume gas yang sedikit mengakibatkan biaya infrastruktur yang tinggi. PGN pun masih mencari cara agar harga gas bisa masuk secara keekonomian, termasuk berdiskusi dengan pemerintah.

"Kami akan diskusi juga dengan pemerintah, kira-kira solusinya seperti apa? Apakah nanti akan ada harga khusus? Sehingga bisa masuk, atau seperti apa?" kata Syahrial.

Di sisi lain, PGN pun terbuka untuk mencari mitra dalam membangun infrastruktur gas tersebut. Dengan begitu, diharapkan ada masukan terkait pola supply yang paling optimal. PGN pun akan mengirimkan Request for Information (RFI) dan data terkait demand kepada calon mitra yang berminat. "Baru nanti kami lakukan seleksi mengirimkan RFI dan proses pengadaan sesuai dengan aturan yang ada," ujar Syahrial.

Konversi PLTD ke EBT

Selain program gasifikasi berupa konversi PLTD yang menggunakan HSD menjadi LNG, Pemerintah dan PLN juga memiliki program dedieselisasi untuk mengkonversi PLTD menjadi Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

"Program gasifikasi dimaksud terpisah dari program dedieselisasi PLTD ke pembangkit EBT," ujar Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Agung Murdifi.

Dalam catatan Kontan.co.id, rencananya ada sekitar 5.200 PLTD dengan total kapasitas sekitar 2 Gigawatt (GW) yang akan dikonversi dengan listrik berbasis EBT. Lokasi PLTD tersebut lebih banyak tersebar di wilayah Indonesia Timur.

Baca Juga: Ini penyebab proyek pipa Trans Kalimantan masih mandek

Menurut Direktur Jenderal EBT dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, program ini nantinya bakal membantu PLN dalam upaya menjaga tingkatan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca.

Konversi ini juga berpotensi menurunkan subsidi BBM yang selama ini harus dikeluarkan untuk bahan bakar PLTD. Terkait skema, Dadan menyebut bahwa konversi dapat dilakukan dengan skema penugasan oleh pemerintah kepada PLN.

"Pemerintah juga inginkan agar BPP setempat saja yang dipakai jadi tidak perlu ada pengiriman (bahan bakar) padahal ada energi lokal setempat (bisa digunakan) umumnya EBT," kata Dadan.

Selanjutnya: Soal BNBR lanjutkan proyek pipa Cirebon-Semarang, BPH Migas: Belum final

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×