kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Impor China hingga Vietnam ke Indonesia Diprediksi Naik Tajam Imbas Tarif Trump


Senin, 07 April 2025 / 13:52 WIB
Impor China hingga Vietnam ke Indonesia Diprediksi Naik Tajam Imbas Tarif Trump
ILUSTRASI. Arus barang impor dari negara-negara seperti China, Kamboja, dan Vietnam diprediksi akan melonjak signifikan setelah tanggal 9 April 2025. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/nz


Reporter: Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arus barang impor dari negara-negara seperti China, Kamboja, dan Vietnam diprediksi akan melonjak signifikan setelah tanggal 9 April 2025. 

Hal ini diperkirakan akan berdampak besar pada sektor industri domestik Indonesia, terutama sektor padat karya yang semakin kesulitan untuk bersaing dengan produk impor yang lebih murah.

"Arus barang impor dari China, Kamboja dan Vietnam ke Indonesia akan meningkat tajam pasca 9 April," tegas Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira kepada KONTAN, Senin (7/4).

Ia menyebutkan bahwa China saat ini tengah menghadapi kelebihan inventori, terutama untuk produk elektronik dan tekstil. Sementara itu, Vietnam diperkirakan akan membanjiri pasar Indonesia dengan berbagai jenis produk, termasuk komponen elektronik dan sereal.

Baca Juga: Pengusaha Batubara Waspadai Dampak Kebijakan Tarif Trump ke Pasar Ekspor

Selain itu, besi baja, pupuk, suku cadang kendaraan bermotor, plastik, alas kaki, dan pakaian jadi. Di sisi lain, Kamboja akan fokus pada ekspansi di sektor tekstil dan garmen serta komponen elektronik.

Kata dia, rata-rata pertumbuhan impor sereal dari Vietnam dari tahun 2019 hingga 2023 mencatatkan angka yang cukup signifikan, yakni tumbuh 106%. Begitu juga dengan impor pupuk yang rata-rata meningkat 49%, suku cadang kendaraan bermotor yang melonjak 14%, serta garmen yang mengalami kenaikan 16% dalam periode yang sama.

China sepanjang 2019 hingga 2023 mencatat pertumbuhan impor untuk produk mesin sebesar 14% per tahun, keramik 19%, besi baja 18%, furnitur 17%, elektronik 12%, dan alas kaki 10%. 

Adapun Kamboja, yang mengirimkan tekstil dan elektronik ke Indonesia, mencatat pertumbuhan pesat dengan rata-rata masing-masing 110% dan 106% per tahun dari 2019 hingga 2023.

Menurut Bhima, sektor-sektor padat karya di Indonesia akan sangat terpengaruh dengan meningkatnya volume impor yang datang dari negara-negara tersebut. 

"Pelaku industri domestik semakin kesulitan bersaing karena harga produk impor semakin murah, yang akhirnya mengarah pada penutupan perusahaan dan potensi PHK massal," tambahnya.

Selain itu, Bhima juga menyoroti kebijakan terbaru, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024, yang dinilai terlalu longgar dalam memproteksi pasar domestik dari serbuan barang impor. Berdasarkan analisis Celios, revisi terhadap Permendag tersebut sangat diperlukan untuk memperkuat industri dalam negeri.

Untuk itu, Bhima memberikan sejumlah rekomendasi terkait revisi Permendag No. 8/2024 guna mengatasi lonjakan impor yang dapat mempengaruhi daya saing industri domestik Indonesia. 

Dalam Permendag yang berlaku saat ini, semua barang diimpor dengan pengaturan yang sangat umum, mulai dari hewan ternak hingga kosmetik. 

Bhima mengusulkan agar pengaturan impor dipisahkan berdasarkan kategori produk agar pengendalian lebih fokus dan terencana, dengan memperhatikan produk-produk yang dapat memperkuat industri domestik.

Baca Juga: Kebijakan Tarif Impor Trump Berpotensi Lemahkan Daya Saing Pulp dan Kertas Indonesia

Kemudian diperlukan peningkatan Pengawasan pada industri pakaian jadi, alas kaki dan kosmetik. Menurutnya, Ketiga sektor ini mengalami tekanan berat akibat masuknya barang impor murah, terutama dari China. 

Bhima menyarankan agar pengaturan impor pada produk-produk tersebut diperketat.

"Pemerintah diharapkan untuk meningkatkan hambatan non-tarif dalam revisi aturan impor, termasuk penerapan laporan verifikasi dan rekomendasi teknis dari kementerian terkait untuk produk-produk yang sebelumnya tidak diatur secara ketat dalam Permendag No. 8/2024," sambungnya.

Mengingat semakin banyaknya perusahaan padat karya yang melakukan efisiensi dan terpaksa menghentikan operasionalnya, Bhima mendesak agar revisi dilakukan secepat mungkin. Langkah ini penting untuk mengatasi dampak negatif perang dagang dan kelebihan kapasitas produksi di negara-negara produsen utama seperti China.

Proteksi impor saja tidak cukup, menurut Bhima. Dibutuhkan juga kebijakan fiskal-moneter yang lebih komprehensif untuk mendukung sektor-sektor industri padat karya. 

Beberapa stimulus yang diusulkan meliputi suku bunga kredit industri padat karya yang lebih rendah, diskon tarif listrik bagi industri, serta perluasan tanggungan PPh21 karyawan oleh pemerintah.

"Revisi Permendag dan kebijakan pendukung lainnya sangat penting agar industri domestik dapat tetap bertahan dan bersaing di tengah serbuan produk impor yang semakin membanjir," tutup Bhima.

Selanjutnya: Tarif Trump Ancam Ekspor, Prabowo: Kita Harus Negosiasi!

Menarik Dibaca: Bunga Deposito BRI di Bulan April 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×