kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.296.000   12.000   0,53%
  • USD/IDR 16.625   22,00   0,13%
  • IDX 8.166   -3,25   -0,04%
  • KOMPAS100 1.116   1,38   0,12%
  • LQ45 785   -0,49   -0,06%
  • ISSI 290   2,10   0,73%
  • IDX30 411   -1,02   -0,25%
  • IDXHIDIV20 464   1,23   0,27%
  • IDX80 123   0,22   0,18%
  • IDXV30 133   0,73   0,55%
  • IDXQ30 129   0,06   0,05%

Industri Tekstil & Alas Kaki Masih Hadapi Tantangan Meski Ada Pemulihan Ekspor


Rabu, 08 Oktober 2025 / 20:54 WIB
Industri Tekstil & Alas Kaki Masih Hadapi Tantangan Meski Ada Pemulihan Ekspor
ILUSTRASI. Industri tekstil


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) serta industri alas kaki mulai menapaki kembali langkah optimistis di pasar ekspor. Meski begitu, ada sederet tantangan yang masih membayangi industri TPT dan alas kaki, terutama untuk menahan gempuran produk impor di pasar dalam negeri.

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Sri Bimo Pratomo membeberkan pertumbuhan IKFT, yang didalamnya turut mencakup industri TPT dan alas kaki.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2025, IKFT mencetak pertumbuhan 6,70% secara tahunan (year on year/yoy).

Baca Juga: Kuota Impor Tekstil Jadi Sorotan, Industri Sambut Positif Sikap Menkeu Purbaya

Bimo merinci, ekspor alas kaki sepanjang Januari - Agustus 2025 mencapai US$ 5,16 miliar, atau tumbuh sekitar 11,89% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebesar US$ 4,61 miliar. Ekspor TPT juga tumbuh, meski hanya naik tipis sekitar 0,24% (yoy) dari US$ 7,98 miliar menjadi US$ 8,01 miliar.

Jika digabung, ekspor alas kaki dan TPT menembus US$ 13,17 miliar atau naik sekitar 4,6% (yoy). Bimo bilang, pemerintah terus mengupayakan adanya peningkatan ekspor, antara lain melalui ketersedian bahan baku dan energi bagi industri dalam negeri, serta mendorong peningkatan utilisasi kapasitas produksi.

Penguatan basis ekspor pada komoditas andalan seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki juga menjadi prioritas.

“Tindakan strategis ini diharapkan dapat memperkuat daya saing industri nasional sekaligus mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan,” kata Bimo dalam keterangan tertulis yang disiarkan akhir pekan lalu.

Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anne Patricia Sutanto melihat kenaikan nilai ekspor industri TPT dan alas kaki menunjukkan daya saing produk manufaktur Indonesia mulai menguat kembali di pasar internasional.

Capaian ini juga menandakan mulai pulihnya kepercayaan diri pelaku industri, setelah melewati masa sulit akibat tekanan global dan derasnya arus impor.

Baca Juga: Tanpa BMAD, Kalangan Pengusaha Optimistis Industri Tekstil Lebih Kompetitif

“Tren positif ini menunjukkan bahwa industri TPT dan alas kaki Indonesia kembali kompetitif. Para pelaku usaha mulai berani meningkatkan produksi karena pasar ekspor mulai pulih dan kebijakan pemerintah semakin mendukung,” kata Anne saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/10/2025).

Anne menambahkan, keberhasilan menjaga stabilitas industri TPT dan alas kaki tidak hanya berdampak pada kinerja ekspor, tetapi juga pada penyerapan tenaga kerja serta keberlanjutan investasi di sektor padat karya.

Demi menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku, Anne menekankan perlunya investasi baru untuk industri hulu agar kebutuhan bahan baku industri dalam negeri tersedia di pasar lokal.

“Sektor ini memiliki peran penting dalam menyediakan lapangan kerja dan menambah devisa negara. Kami optimistis, dengan dukungan kebijakan yang konsisten, industri TPT dan alas kaki akan terus tumbuh dan menjadi pilar penting pemulihan ekonomi nasional,” tegas Anne.

Tantangan Industri TPT & Alas Kaki

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana berharap data ekspor yang menunjukkan adanya pertumbuhan bisa menjadi sinyal positif bagi industri TPT. Hanya saja, Danang mengingatkan bahwa prospek industri TPT masih belum sepenuhnya pulih.

Menurut Danang, pertumbuhan nilai ekspor yang masih tipis di bawah 1% menunjukkan kinerja industri TPT masih cenderung stagnan dibandingkan negara produsen TPT lain.

Bahkan, untuk pasar dalam negeri, industri TPT masih sempoyongan menghadapi gempuran produk impor yang dilakukan secara legal maupun ilegal.

Kondisi ini sangat menekan perusahaan yang bergelut di industri TPT, terutama skala kecil - menengah.

"Mereka menderita karena tidak bisa berkompetisi dengan harga-harga (produk impor) yang luar biasa murah atau predatory pricing. Di akhir tahun ini, mungkin sebagian (pelaku industri) TPT masih menahan nafas," terang Danang kepada Kontan.co.id, Rabu (8/10).

Soal pencegahan banjir barang impor ilegal, Danang menanti aksi dari Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa untuk memperketat pengawasan dan pemeriksaan oleh Bea Cukai. "Kami menunggu untuk melaksanakan retorika menjadi aksi nyata," tegas Danang.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Gempuran produk impor legal dan ilegal menekan pelaku industri di hulu tekstil. Utilisasi produksi di hulu tekstil pun semakin menyusut dari 50% di awal tahun 2025, menjadi tinggal 45%.

"Pasar dalam negeri berada dalam tekanan besar dari barang impor murah dumping. Beberapa perusahaan mulai jalan satu bulan, dan stop tiga bulan,. Produksi satu bulan hanya bisa dijual dalam tiga bulan, hanya untuk mempertahankan operasional," kata Redma.

Redma memberikan estimasi, barang impor sudah menguasai sekitar 40% pasar domestik. Jika memperhitungkan importasi ilegal, Redma menilai neraca perdagangan untuk industri TPT seharusnya sudah berada di posisi negatif. "Kami melihat (kinerja industri TPT) masih bisa turun lagi," imbuh Redma.

Kompetisi dengan barang impor juga terjadi di industri alas kaki. Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko memberikan gambaran dari data hingga Juli 2025, persentase pertumbuhan nilai impor melaju lebih cepat dibandingkan ekspor.

Nilai kumulatif ekspor Januari - Juli tumbuh sebanyak 13,32% (yoy) menjadi sebesar US$ 4,47 miliar. Sedangkan nilai impor pada periode yang sama melonjak sebanyak 26,75% (yoy) menjadi US$ 707,70 juta. 

Meski begitu, Eddy meyakini industri alas kaki Indonesia mampu memperbaiki kinerja, terutama dari sisi penjualan ekspor. Peluang untuk mendongkrak ekspor semakin terbuka dengan adanya berbagai perjanjian dagang.

Eddy menyoroti perjanjian dagang komprehensif dengan Uni Eropa (IEU-CEPA), yang diharapkan bisa memberikan dorongan signifikan terhadap ekspor alas kaki Indonesia. "Kalau ekspor masih (tumbuh) di atas 10% itu berarti sangat bagus. Meski kami tetap memperhatikan angka impor yang juga naik," tandas Eddy. 

Selanjutnya: Ini Tiga Pemain Arab Saudi yang Harus Diwaspadai Timnas Indonesia

Menarik Dibaca: Apa Itu Blue Light? Ini 5 Cara Melindungi Kulit dari Paparan Blue Light

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×