kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini alasan APNI minta ekspor bijih nikel kadar rendah kembali dibuka


Senin, 22 Juni 2020 / 20:57 WIB
Ini alasan APNI minta ekspor bijih nikel kadar rendah kembali dibuka
ILUSTRASI. Pertambangan nikel


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

Sedangkan untuk pasar lokal, bijih nikel kadar di bawah 1,7% tidak mendapatkan harga. Alhasil terjadi penumpukan bijih nikel kadar rendah di hampir seluruh area pertambangan.

"Sedangkan di smelter lokal untuk kadar di bawah 1.7% tidak ada harganya, dianggap sampah. Saat ini terjadi penumpukan karena untuk mendapatkan bijih nikel kadar tinggi di atas 1.8% up harus membuang 2-3 ton bijih nikel kadar rendah," jelas Meidy.

Di samping itu, usulan untuk kembali membuka keran ekspor bijih nikel kadar rendah juga dimungkinkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Minerba yang baru. 

"Pasal 170 A diatur tentang penjualan raw material keluar negeri selama 3 tahun untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian, tetapi disebutkan sebagai mineral logam tertentu," jelas Meidy.

Berdasarkan hal tersebut, APNI meminta pemerintah untuk kembali membuka keran ekspor secara terbatas. Meidy menegaskan, ekspor terbatas dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi penambang dalam melakukan ekspor bijih nikel kadar rendah yang tidak laku di pasar domestik. 

Baca Juga: Harga nikel turun, Pefindo revisi outlook Aneka Tambang (ANTM) jadi negatif

"Karena smelter lokal hanya menerima bijih nikel kadar tinggi di atas 1.8%," sebutnya.

Meidy mengklaim, jika ekspor bijih nikel kadar rendah dibuka kembali untuk 3 tahun ke depan, proyeksi penerimaan devisa negara bisa mencapai Rp 100 triliun. Sebesar 21,5% sebagai pendapatan negara dan bantuan dari para pelaku ekspor bijih nikel untuk pandemik Covid-19, begitu juga dengan lapangan pekerjaan bisa menyerap sampai 15.000 tenaga kerja lokal yang menyebar di 3 provinsi, yakni Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.

Untuk merealisasikan hal tersebut, APNI pun sudah mengirimkan surat kepada pemerintah dan tak terkecuali Presiden Joko Widodo.

Selain kepada Presiden, APNI juga mengirimkan surat berisi usulan tersebut kepada Kementerian ESDM, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Watimpres, KSP, Komisi VII DPR RI, serta ke Gubernur Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×