Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lelang blok pertambangan mineral dan batubara (minerba) masih menyimpan sejumlah kendala. Hal itu tampak dari proses lelang 10 Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan enam WIUP Khusus (WIUPK) yang ditawarkan sejak tahun 2018, hingga kini masih belum menghasilkan satu pun wilayah tambang yang siap diolah.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko mengungkapkan, salah satu kendala yang dalam lelang tambang ialah masalah kepastian hukum. Khususnya soal tumpang tindih wilayah yang membuat minat investasi menjadi terhambat.
Sukmandaru bilang, wilayah dan dokumen administrasi yang sudah Clean and Clear (CnC) menjadi tolok ukur bagi para investor untuk berinvestasi pada pengelolaan blok tambang.
"Harapan para investor tentunya saat mendapatkan wilayah tambang melalui lelang bisa langsung bekerja, bukan harus mengurus izin dan masalah tumpang tindih," terang Sukmandaru kepada Kontan.co.id, Senin (22/7).
Baca Juga: Lelang bermasalah, Kementerian ESDM tunda tender tambang nikel Latao
Selain itu, Sukmandaru menilai Kompensasi Data Informasi (KDI) yang ada saat ini terlalu mahal, mengingat wilayah tambang yang ditawarkan baru pada tahap eksplorasi. "KDI belum reasonable, nilainya tinggi dan basisnya tidak jelas," ungkapnya.
Hal senada juga diamini oleh Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno. Ia menambahkan, faktor lain yang membuat lelang tambang belum menarik ialah soal kemudahan perizinan.
Djoko menyampaikan, meskipun sudah memenangkan wilayah tambang eksplorasi, namun perusahaan yang bersangkutan masih harus melalui tahap evaluasi serta membuat Feasibility Study (FS) serta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
"Padahal kan sudah bayar KDI, dapat data eksplorasi, dapat cadangan. Lalu dievaluasi lagi, kalau dinyatakan tidak lulus FS maupun Amdal, ya batal" terang Djoko.
Baca Juga: Digantung, Antam Ingin segera dapat izin eksplorasi di Blok Matarape & Bahodopi Utara
Di sisi lain, Sukmandaru menekankan bahwa eksplorasi dan pembukaan area baru pertambangan sangat diperlukan. Ia bilang, eksplorasi diperlukan untuk menjaga neraca sumber daya dan cadangan yang saat ini terus berkurang lantaran produksi terus digenjot.
Di samping itu, eksplorasi ini bisa menggenjot investasi di sektor tambang minerba. "Ini akan menarik investor. Tapi saat ini eksplorasi berjalan lesu sehingga minim penemuan baru," kata Sukmandaru.
Hambat investasi
Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung tak menampik, proses lelang yang masih menemui banyak kendala ini berpotensi untuk menghambat laju investasi.
Baca Juga: Lelang Blok Latao dan Sua-Sua siap dibuka, Kementerian ESDM siapkan 4 WIUPK tahap II
Dengan proses lelang yang terhambat, kata Wafid, maka dana KDI tak kunjung masuk serta aktivitas perusahaan jadi tertunda. "Artinya ada delay KDI yang masuk, jadi kalau sudah begitu ya otomatis (menghambat investasi)," ujar Wafid.
Apalagi, hingga saat ini belum ada satu pun wilayah tambang yang siap untuk diolah dari 16 WIUP/WIUPK yang ditawarkan sejak tahun 2018 lalu.
Untuk enam WIUPK yang lelangnya menjadi kewenangan Kementerian ESDM, dua WIUPK yakni Matarape (nikel) di Sulawesi Tenggara dan Bahodopi Utara di Sulawesi Tengah sebetulnya sudah dimenangkan PT Aneka Tambang Tbk, namun hingga kini masih terganjal maladministrasi di Ombudsman.
Selanjutnya, ada dua WIUPK, yaitu Kolonodale (nikel) di Morowali Utara dan WIUPK Rantau Pandan (batubara) di Bungo yang keduanya masih terkendala administrasi. Sedangkan dua WIUPK lainnya, yakni Suasua dan Latoa tidak diminati pada lelang tahun lalu.
Baca Juga: Kementerian ESDM menjawab LAHP Ombudsman soal maladminsitrasi lelang tambang
Sayangnya, WIUPK Latao sampai saat ini masih terganjal persoalan hukum, sehingga belum bisa dilelang. Alhasil, sampai sekarang baru WIUPK Suasua yang sedang dalam proses lelang.
Adapun, untuk 10 WIUP, nasibnya masih jalan di tempat. Bahkan, blok tambang emas Silo di Jember sudah dicabut status WIUP-nya pada 6 Februari lalu. "Jadi (WIUP) tinggal sembilan, itukan kewenangan daerah, belum ada yang bergerak sampai sekarang," tandas Wafid.
Sebagai informasi, hingga 10 Juli 2019, investasi di sektor pertambangan minerba baru sebesar US$ 2,19 miliar. Angka itu setara dengan 35,49% dari target investasi tahun 2019 yang berada di angka US$ 6,17 miliar.
Baca Juga: Fokus dua WIUPK yang tak laku, Kementerian ESDM siap lanjutkan lelang tambang
Sementara itu, investasi yang dibelanjakan untuk eksplorasi hanya sebesar US$ 274 juta atau setara dengan 4% dari total investasi minerba pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News