Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Pratama Guitarra
"Smelter lokal tidak mau menerima harga bijih nikel sesuai HPM. Maka kami para penambang bijih nikel nasional meminta pemerintah untuk membuka kembali keran ekspor bijih nikel kadar rendah secara terbatas,” katanya kepada Kontan.co.id, Senin (22/6).
Meidy memberikan gambaran, mengacu HPM sebagaimana Permen ESDM No. 11 tahun 2020, harga bijih nikel untuk kadar 1,8% secara Free on Board (FOB) semestinya bisa menyentuh US$ 28,93 per wet metric ton (wmt) di bulan Juni ini. Bahkan jika transaksi menggunakan skema Cost, Insurance, and Freight (CIF) harganya bisa sampai US$ 34 per wmt.
Jika merujuk pada pasar internasional, sambungnya, harga bijih nikel kadar 1,8% bisa mencapai US$ 70 per wmt secara CIF. Namun, kontrak masih berdasarkan business to business dan smelter lokal masih menghargai bijih nikel kadar 1,8% senilai US$ 27 per wmt.
Oleh sebab itu, Meidy mengungkapkan, meski saat ini aktivitas pertambangan sudah mulai normal seiring dibukanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah pertambangan, tapi sejumlah perusahaan bijih nikel yang menambang bijih nikel kadar rendah masih menahan penjualan ke smelter lokal.
"Karena smelter lokal tetap tidak mau melakukan kontrak dengan harga yang ditetapkan pemerintah melalui Permen ESDM No.11 tahun 2020 tentang HPM,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News