Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Ikatan Perusahaan Gas Indonesia (IPGI), Eddy Asmanto, menyatakan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin memberatkan pelaku industri gas bumi.
Dia juga menyoroti sikap pemerintah yang terlihat seperti memiliki standar ganda, sehingga pelaku industri gas bumi mengalami kerugian.
Menurut Eddy, penurunan nilai tukar rupiah sangat memengaruhi industri gas bumi.
Ia menjelaskan, meskipun ada peraturan Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan semua transaksi di dalam negeri harus menggunakan rupiah, namun khusus untuk gas, pembelian dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) tetap menggunakan dolar AS, sementara penjualan ke konsumen harus dilakukan dengan rupiah.
"Khusus untuk gas, kita membeli gas dari K3S dengan mata uang dolar AS. Tapi kita harus menjual kepada konsumen dengan rupiah," kata Eddy dalam keterangan resmi, Jumat (28/6).
Baca Juga: Perkuat Performa dan Operasional, Terminal LPG Tanjung Sekong Pasang Teknologi Baru
Eddy menyebutkan bahwa pembelian dari K3S dengan menggunakan dolar AS, tetapi pembayaran dari konsumen dilakukan dalam rupiah menyebabkan kerugian akibat fluktuasi nilai tukar rupiah.
Sebagai contoh, Eddy mengatakan, ketika pihaknya membeli dari K3S saat nilai tukar rupiah berada di level Rp16.000 per dolar dan kemudian menjual ke konsumen saat nilai tukarnya menjadi Rp15.000, maka pihaknya mengalami kerugian.
"Jadi, ketika nilai tukar rupiah berfluktuasi, kita selalu mengalami kerugian dari selisih kurs. Jadi ya itu (nilai tukar rupiah) sangat berpengaruh," ungkapnya.
Eddy juga menilai pemerintah terlihat memiliki sikap standar ganda terkait transaksi dalam industri gas bumi.
"Ada selisih kurs, kita beli menggunakan dolar AS, tapi jual harus dengan rupiah. Menurut kami ini adalah standar ganda," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News