Reporter: Handoyo | Editor: Mesti Sinaga
JAKARTA. Pemerintah memangkas kuota impor minuman beralkohol tahun ini. Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemdag), kuota impor minuman beralkohol tahun ini 430.000 karton, turun 15,85% dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 511.000 karton.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemdag Partogi Pangaribuan mengatakan, pengurangan alokasi impor tersebut karena adanya pengetatan oleh pemerintah. "Rata-rata para importir realisasi impor tahun-tahun sebelumnya hanya sebesar 80%," kata Partogi, belum lama ini.
Izin impor minuman beralkohol sudah diberikan kepada IT (Importir Terdaftar) awal Mei 2015. Ada 15 perusahaan importir minuman beralkohol yang memperoleh izin impor tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Impor (Apidmi) Agoes Silaban mengatakan, pihaknya tidak dilibatkan dalam penetapan kuota impor minuman beralkohol tahun ini.
"Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya kami diminta untuk memberikan rekomendasi," kata Agoes.
Karena tidak adanya pertimbangan dari asosiasi , ujar Agus, banyak perusahaan anggotanya mengeluhkan alokasi kuota impor tersebut. Meski demikian, pihaknya menghormati keputusan pemerintah tersebut.
Agoes menambahkan, selama ini minuman beralkohol impor sulit bersaing karena maraknya penyelundupan minuman beralkohol. Miniman beralkohol selundupan itu dijual dengan harga jauh lebih murah dibanding minuman beralkohol yang diimpor secara resmi.
Miniman beralkohol impor memang tinggi karena adanya pajak. Agoes menghitung, minuman beralkohol resmi kategori C seperti Wiskey, dengan kadar alkohol 20%–45%, dikenakan pajak hingga 600%. Ini membuat harganya enam kali lipat lebih mahal dibanding harga di negara asal.
Menurut Agoes, pengenaan pajak yang tinggi tersebut membuat penyelundupan minuman beralkohol semakin marak. "Dengan maraknya penyelundupan tersebut, negara menjadi dirugikan karena tidak dapat dikontrol," tandas Agoes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News