Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target investasi subsektor minerba (mineral dan batubara) tahun ini mengalami koreksi jika dibandingkan realisasi investasi subsektor minerba sepanjang tahun 2024.
Lebih detail, target investasi subsektor minerba tahun ini adalah senilai US$ 6,7 miliar atau senilai Rp 110,65 triliun (asumsi kurs, Jumat 9 Mei 2025, US$ 1 = Rp 16.520).
Angka ini lebih rendah 12,98% jika dibandingkan dengan realisasi investasi sepanjang tahun 2024 lalu yang senilai US$ 7,7 miliar.
Menurut Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq koreksi ini terjadi karena beberapa faktor.
Di antaranya, terdapat penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang dipengaruhi oleh perubahan kebijakan manajemen perusahaan, kondisi keuangan perusahaan serta kondisi global terkat supply and demand.
Baca Juga: Kementerian ESDM Buka Suara Soal Perkembangan Royalti 0% untuk Hiliriasi Batubara
"Sedikit turun dari tahun lalu yaitu US$ 7,7 miliar. Karena penyesuaian RKAB," kata Julian saat dikonfirmasi Kontan, Jumat (09/05).
Adapun, hingga kuartal I-2025, investasi pada sektor minerba di Indonesia mencakup semua izin di minerba termasuk nikel, tembaga dan bauksit.
"Data investasi di minerba mencakup semua izin di minerba termasuk mineral, seperti nikel, tembaga dan bauksit," tambah dia.
Baca Juga: Royalti Minerba Naik, Kementerian ESDM: Pemerintah Tak Membunuh Industri Pertambangan
Lebih detail berikut adalah nilai investasi yang telah dicapai sektor minerba untuk kuartal I-2025 berdasarkan jenis izin usaha pertambangan:
1. Investasi dari Kontrak Karya (KK)
Hingga kuartal I-2025, investasi minerba dari sektor KK adalah senilai US$ 64,61 juta, atau telah terealisasi sebesar 10,2% dari target sebesar US$ 631,54 juta.
2. Investasi dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
Kuartal I-2025, investasi minerba dari sektor PKP2B adalah senilai US$ 59,92 juta, atau telah terealisasi sebesar 14% dari target sebesar US$ 419,57 juta.
3. Investasi dari Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
Kuartal I-2025, investasi minerba dari sektor IUPK yang telah terealisasi adalah senilai US$ 812,32 miliar, atau telah terealisasi sebesar 23,2% dari target sebesar US$ 3,505 miliar.
4. Investasi dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) BUMN
Kuartal I-2025, investasi minerba dari sektor IUP BUMN yang telah terealisasi adalah senilai US$ 56,97 juta, atau telah terealisasi sebesar 7,5% dari target sebesar US$ 762,67 juta.
5. Investasi dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral
Kuartal I-2025, investasi minerba dari sektor IUP Mineral yang telah terealisasi adalah senilai US$ 117,31 juta, atau telah terealisasi sebesar 14% dari target sebesar US$ 837,09 juta.
6. Investasi dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batubara
Kuartal I-2025, investasi minerba dari sektor IUP Batubara yang telah terealisasi adalah senilai US$ 20,89 juta, atau telah terealisasi sebesar 20,2% dari target sebesar US$ 103,24 juta.
7. Investasi dari Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUPJ)
Kuartal I-2025, investasi minerba dari sektor IUPJ yang telah terealisasi adalah senilai US$ 85,82 juta atau telah terealisasi sebesar 18% dari target sebesar US$ 477,93 juta.
Adapun, jika ditotal investasi sektor minerba di sepanjang kuartal I-2025 telah mencapai US$ 1,216 miliar atau 18,1% dari total target investasi detail sebesar US$ 6,737 miliar.
Adapun terkait penurunan target investasi di sektor minerba tahun ini, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar mengatakan salah satu penyebab yaitu karena naiknya royalti minerba tahun ini.
"Naiknya royalti menjadi salah satu sebab namun bukan yang utama. Yang utama adalah harga komoditas kurang bagus stagnan dan cenderung rendah, selain itu juga permintaan juga menurun," ungkapnya Bisman saat dikonfirmasi, Jumat (09/05).
Karena beberapa faktor di atas, menurut Bisman wajar jika banyak penambang revisi RKAB karena harus menyesuaikan dengan kondisi saat ini.
Dia juga menyoroti penurunan target terhadap potensi penurunan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari sektor minerba.
"Benar akan berdampak, tetapi dalam jangka pendek atau untuk sementara," tambahnya.
Namun, dalam jangka panjang masih sangat memungkinkan penerimaan naik karena Indonesia punya potensi yang cukup besar.
"Tinggal bagaimana pemerintah mengakselerasi dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif, jaminan kepastian hukum serta mempercepat hilirisasi," tutupnya.
Baca Juga: Kenaikan Royalti Minerba Segera Disahkan, Penambang Khawatirkan Disinsentif Investasi
Selanjutnya: 4 Mitos yang Bisa Bikin Diare Anak Makin Parah, Ini Cara Tepat Mengatasi Diare
Menarik Dibaca: Riset NTT DATA Ungkap Potensi Transformasi GenAI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News