Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun draf amendemen kontrak bersama perusahaan tambang pemegang kontrak karya (KK). Ditargetkan sebanyak 33 KK penandatanganan amendemen kontraknya dipastikan bisa selesai pada Oktober nanti.
Dalam waktu tiga hari ini, Kementerian ESDM tengah membahas intens bersama 33 KK tersebut. Malahan, sudah ada beberapa KK yang bakal menandatangani amandemen kontraknya pada bulan September ini
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Mohammad Hidayat mengatakan pembahasan amendemen dilakukan secara marathon dalam tiga hari ke depan. "Hari Kamis-Jumat nanti kami meeting satu-satu dengan pemegang KK. Ini lanjutan pembahasan yang sudah beberapa kali," kata Hidayat di sela acara Mining Indonesia & Construction Indonesia 2015 di Kemayoran, Jakarta, Rabu (9/9).
Hidayat menuturkan ada 34 pemegang KK di Indonesia. Dari jumlah tersebut hanya 24 perusahaan yang sudah menyepakati enam poin renegosiasi dan menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) amendemen kontrak.
Seperti diketahui, dari 24 perusahaan itu hanya satu pemegang KK yang sudah tanda tangan amendemen kontrak yakni PT Vale Indonesia Tbk pada 2014 silam. "Mudah-mudahan akhir bulan ini bisa selesai semua. Progres pembahasannya signifikan," ujarnya.
Ia bilang, setelah Vale Indonesia, dalam bulan ini akan ada KK yang menandatangani kontraknya. Namun sayangnya, Hidayat enggan menyebut nama KK tersebut. "Tapi inginnya kami selesai semua Oktober," tandasnya.
Senada dengan itu, Kepala Subdirektorat Pengawasan Produksi, Operasi, dan Pemasaran Mineral Kementerian ESDM, Syamsu Daliend bilang, mengatakan akan memfinalisasi amandemen kontrak 33 KK pada Oktober. "Semuanya berbarengan, kalau bisa berbarengan kenapa tidak," jelasnya.
Sebab pembahasan yang dilakukan antara Kementerian ESDM dan KK, kata Syamsu mengenai klausul yang sama. Yaitu soal enam poin, yakni pengurangan luas wilayah, peningkatan nilai tambah, perpanjangan operasi melalui perubahan rezim kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), penerimaan negara, divestasi, peningkatan nilai tambah, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
"Logikanya kalau dua atau tiga klausul disetujui, artinya yang lain tidak terlalu susah," tandasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Syahrir AB menilai, jika seluruh KK dipaksakan menandatangani amandemen kontraknya. Maka dipastikan tidak semua yang bakal sepakat, sebab dari enam poin yang dibahas, cuma satu poin yang disepakati. "Penggunaan lokal konten saja yang tidak jadi masalah," terangnya.
Sementara kata Syahrir yang paling memberatkan berkaitan dengan keadaan ekonomi saat ini ialah divestasi saham 51%, karena hal itu bukan malah membuat perusahaan untung malahan semakin terpuruk.
"Terus soal pengurangan luas wilayah. Contohnya Freeport, lebih dari US$ 7 miliar investasinya. Nah ini mestinya kan ada target produksi tertentu, kalau target tertentu butuh luas wilayah lebih dari 25.000, kalau diciutkan bagaimana?" ungkapnya.
Pun yang menjadi keberatan para KK adalah terkait penerimaan negara, perpajakan serta royalty. Sebagai contoh, dahulu KK adalah leg spesialis yang hanya dikenakan semua bebannya pada saat tanda tangan di awal.
"Tapi praktik sekarang prevailing apa pun yang baru masuk di PPKH," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News