kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asosiasi Spa Tolak Penetapan Pajak 40%, Bisa Mematikan Dunia Usaha


Sabtu, 13 Januari 2024 / 05:05 WIB
Asosiasi Spa Tolak Penetapan Pajak 40%, Bisa Mematikan Dunia Usaha
ILUSTRASI. Bisnis Kemitraan Ashfa Salon & Day Spa milik Siti Djauharoh di Padang,Sumatera Barat yang berdiri sejak tahun 1996. Asfha menawarkan berbagai layanan mulai dari pewatan dan penataan rambut, lulur, totok dan refleksi maupun perawatan wajah dan lainnya. Foto: Dok Ashfa Salon & Day Spa


Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi SPA & Wellness Indonesia (Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia) menolak aturan 40% Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) serta mendesak pemerintah untuk meluruskan definisi spa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022.

Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI), Mohammad Asyhadi mengatakan munculnya aturan 40% pajak PBJT berpotensi mematikan usaha spa di seluruh Indonesia, karena harga jasa spa otomatis akan naik sehingga akan mengurangi minat masyarakat melakukan terapi kesehatan.

“Memasukkan usaha jasa pelayanan bisnis SPA sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah tidak tepat,” kata Asyhadi dalam siaran pers yang diterima Kontan, Jumat (11/1).

Baca Juga: Dinilai Bisa Mematikan Usaha, Asosiasi Spa Tolak Penetapan Pajak 40%

Selain itu, Asyhadi menjelaskan pelaku usaha spa akan semakin terbebani dengan pajak yang besar, karena selain pajak PBJT 40%, pelaku usaha juga tetap membayar pajak PPN sebesar 11%, pajak penghasilan badan (PPh) 25% dan PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5% - 35% tergantung Penghasilan Kena Pajak atau PKP.

Menurutnya, pelaku usaha spa yang mayoritas usaha kecil menengah (UKM) tutup semenjak pandemi COVID-19 yang mengakibatkan para pekerjanya kehilangan mata pencaharian dan hingga kini belum bisa kembali normal. Di saat industri SPA berusaha menata kembali usahanya, tiba-tiba dihadapkan pada munculnya aturan 40% pajak PBJT ini.

“Penerapan aturan 40% pajak PBJT itu sangat berpotensi menggerus keberlangsungan usaha spa di Indonesia, di mana spa merupakan jasa pelayanan di bidang perawatan dan kesehatan, bukan bidang hiburan atau bidang lainnya,” ucapnya.

Baca Juga: Geliat Dunia Usaha Berpotensi Semakin Melandai

Menurut data Global Wellness Institute (2023), Indonesia berada di peringkat ke-17 sebagai pasar tujuan wisata kebugaran. 

Wellness tourism ini menciptakan 1,3 juta lapangan kerja yang baru dan berkualitas. Selama tahun 2017 – 2019 terjadi peningkatan yang signifikan terkait jumlah spa di Indonesia yakni mencapai 15%. 

Asyhadi menuturkan, Indonesia tak hanya didukung oleh suasana dan keindahan alam, tapi juga memiliki pusat relaksasi dan spa berbasis produk tradisional yang tersebar di berbagai daerah.

Oleh karenanya, ia sungguh menyayangkan jika potensi besar spa yang ada di depan mata ini terancam sirna bila aturan mengenai pajak PBJT ini masih diberlakukan.

Baca Juga: Geliat Dunia Usaha Semester II-2023 Tergantung Kondisi Politik

Sebagai informasi, tarif pajak hiburan yang dimaksud tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU KHPD).

Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Namun, tarif PBJT tersebut akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×