Reporter: TribunNews | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Food, Energy, and Sustainable Development (FESD) Indef mendorong pengelolaan mineral transisi seperti nikel, tembaga, dan bauksit berada dalam satu kerangka besar yang selaras dengan strategi dekarbonisasi nasional.
Langkah ini dinilai penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam industri baterai dan teknologi hijau dunia.
Kepala FESD Indef, Abra Talattov, menyatakan bahwa Indonesia memiliki modal geopolitik besar untuk naik kelas dalam rantai pasok global asalkan tata kelola mineral dan integrasi kebijakannya diperkuat.
“Dengan desain kebijakan yang tepat, Indonesia bisa menjadi pusat industri baterai dan teknologi hijau,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).
Baca Juga: Indonesia Gandeng Singapura Kembangkan Energi Hijau, Pemerintah Diminta Waspada
Menurut Abra, kehadiran Indonesia di COP30 Brasil menjadi momentum diplomasi iklim paling strategis dalam satu dekade terakhir. Indonesia dinilai tidak hanya datang membawa komitmen, tetapi juga menunjukkan bukti nyata transformasi energi berbasis BUMN energi.
“Dunia melihat Indonesia sebagai negara berkembang yang mampu menyeimbangkan pembangunan dan penurunan emisi,” katanya.
Ia menekankan bahwa kebutuhan energi yang terus meningkat membuat Indonesia membutuhkan ruang transisi yang proporsional.
Karena itu, narasi inklusivitas dan keadilan harus menjadi landasan utama posisi Indonesia dalam negosiasi COP30, terutama sektor energi yang menyumbang emisi terbesar.
Abra juga menilai kredibilitas Indonesia kian kuat berkat penyampaian roadmap dekarbonisasi yang terbuka dan komprehensif. Program seperti penghentian dini PLTU, co-firing biomassa, dan ekspansi energi terbarukan menunjukkan bahwa transformasi energi sedang berjalan dan bukan sekadar wacana.
Ia mendukung kesiapan PLN dalam RUPTL Hijau yang meningkatkan porsi energi terbarukan secara signifikan.
Baca Juga: Kompensasi Cair Tiap Bulan, PLN&Pertamina Diminta Genjot Energi Hijau & Jaga Cashflow
Menurutnya, ini menjadi sinyal kuat bahwa arah kebijakan energi nasional bergerak menuju jalur yang lebih berkelanjutan, sekaligus meningkatkan daya tarik investasi energi bersih.
Di sisi lain, COP30 juga menjadi kesempatan penting untuk memperkuat akses pembiayaan transisi energi.
Abra mendorong pemerintah untuk menagih komitmen negara maju melalui skema seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), pendanaan karbon, dan blended finance, sambil memastikan ruang fiskal tetap terjaga.
“Pendanaan transisi energi harus adil dan tidak membebani APBN. Negara maju punya tanggung jawab historis yang harus diwujudkan lewat dukungan pendanaan dan teknologi,” tegasnya.
Baca Juga: PLN Nusantara Power Produksi 472,2 GWh Energi Hijau Sepanjang Semester I-2025
Ia menutup dengan menekankan bahwa transisi energi yang inklusif, adil, dan berbasis bukti tidak hanya memenuhi komitmen iklim global, tetapi juga memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Indonesia Disebut Bisa Menjadi Pusat Industri Baterai dan Teknologi Hijau Dunia, https://www.tribunnews.com/bisnis/7754821/indonesia-disebut-bisa-menjadi-pusat-industri-baterai-dan-teknologi-hijau-dunia?page=all&s=paging_new.
Selanjutnya: Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) Catat Pendapatan Premi Rp 5,67 Triliun per Oktober 2025
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Besok Sabtu 15 November 2025: Waktunya Adaptasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













