Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
Adapun dalam memastikan kelangsungan dan stabilitas bisnis, perusahaan-perusahaan terkemuka merealokasi sumber daya ke kantong pertumbuhan saat ini dan masa depan, seperti e-commerce, untuk melindungi terhadap kehilangan pendapatan. Mereka meluncurkan "rem tangan" langsung, dari menghentikan pembelian TI yang tidak penting hingga membekukan perekrutan hingga menunda pembayaran utang yang tidak penting.
Poin berikutnya akselerasi melalui pemulihan. Ketika kasus baru Covid-19 mulai menurun dan kehidupan ekonomi tampaknya mulai stabil, perusahaan harus siap dengan hipotesis kerja yang kuat tentang dinamika dalam industri mereka dan strategi yang tepat untuk dijalankan.
Mencari gambaran saat ini rumit karena dengan variasi luas kapan dan bagaimana kebiasaan konsumen akan terbentuk. Apakah mereka tetap menggunakan online atau apakah orang-orang dipaksa kembali lock down pecahnya Covid-19 berikutnya.
Baca Juga: Ford Motor taksir kerugian capai US$ 600 juta di kuartal I 2020 terdampak corona
Untuk mengelola ledakan permintaan, tim kepemimpinan dapat mengambil pendekatan. Bisa nenggunakan kombinasi analitik prediktif dan preskriptif, simulasi skenario, dan deteksi peringatan dini untuk memperkirakan perubahan permintaan hampir secara real time.
Ambil contoh Starbucks, yang mengandalkan mesin kopi berkemampuan artificial intelligence (AI) untuk memprediksi dan mengelola inventaris. Tapi AI bukan satu-satunya jawaban. Perusahaan-perusahaan yang memberdayakan lini depan mereka juga akan dapat dengan tangkas bermanuver dari perubahan permintaan. Pertimbangkan Zara, pengecer global, yang telah mendesentralisasi pengambilan keputusan, memungkinkan manajer toko melakukan pemesanan produk dua kali seminggu.