Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ridwan Djamaluddin telah resmi dilantik menjadi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) yang baru, pada Senin (10/8) siang tadi.
Saat ditemui selepas pelantikan, Ridwan pun memberikan komentar terkait permintaan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk memundurkan jadwal proyek dan operasional smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur.
Dalam kesempatan tersebut, Ridwan mengisyaratkan bahwa pihaknya belum akan memberikan kelonggaran terhadap proyek smelter senilai US$ 3 miliar itu. Pasalnya, Direktorat Jenderal Minerba masih akan mengkaji sejauh mana dampak covid-19 terhadap proyek smelter.
Baca Juga: Resmi dilantik, ini pekerjaan rumah Ridwan Djamaluddin sebagai Dirjen Minerba
Ridwan pun bilang, detail permohonan ini masih akan dibahas lebih lanjut di internal Ditjen Minerba. "Nggak tahu, ada ya hubungannya smelter sama covid? Ya nanti kita lihat setelah ini, kasih saya waktu sebentar untuk bicara sama temen-temen yang menangani," ungkapnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (10/8).
Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id, hingga akhir Juli lalu, Kementerian ESDM masih meminta PTFI untuk mengerjakan pembangunan smelter sesuai jadwal. "Masih harus selesai di Desember 2023," ujar Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak, Kamis (30/7).
Sekadar mengingatkan, pada April 2020 lalu, PTFI telah meminta izin kepada Kementerian ESDM untuk menunda jadwal operasional smelter tembaga tersebut. Perusahaan yang kini 51,23% sahamnya dipegang holding tambang BUMN, MIND ID ini meminta ada penundaan hingga satu tahun dari target semula yang dijadwalkan beroperasi pada kuartal akhir 2023.
Baca Juga: Ini agenda prioritas Ridwan Djamaluddin sebagai Dirjen Minerba yang baru
Direktur Utama PTFI Tony Wenas berdalih, pandemi virus corona (covid-19) membuat pembangunan smelter yang berlokasi di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur ini sulit dilakukan sesuai jadwal.
Selain terkendala pengerjaan proyek di lapangan, proses selanjutnya juga bakal terganjal lantaran negara asal dari kontraktor dan supplier peralatan utama penyokong proyek smelter ikut terdampak covid-19. Adapun, kontraktor utama adalah Chiyoda dari Jepang, penyedia teknologi smelter Outotec asal Finlandia, serta konsultan yang didatangkan dari Kanada.
"Selain itu, tentunya dari Amerika Serikat (AS) yang sangat terpengaruh virus corona. Ada juga beberapa peralatan lain dari Spanyol dan Italia," jelas Tony.
Jika permohonan ini disetujui, PTFI berharap ada perubahan syarat administrasi sehingga ekspor konsentrat tembaga PTFI tetap bisa dibuka. Dalam kondisi normal, salah satu syarat untuk mendapatkan rekomendasi ekspor konsentrat ialah evaluasi smelter yang harus sesuai target.
Hal ini juga ditegaskan Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, pekan lalu. MIND ID berharap ada kelonggaran sehingga penundaan jadwal operasional proyek smelter tidak mengganggu izin ekspor konsentrat yang diproduksi PTFI.
Baca Juga: Mantan anak buah Luhut, Ridwan Djamaluddin resmi dilantik jadi Dirjen Minerba
"Karena proyek ini memang kemajuannya dihubungkan dengan izin ekspor, jadi kami inginkan supaya ada kelonggaran. Hal ini sangat penting karena berpengaruh terhadap izin yang diperlukan Freeport," jelas Orias.
Sebagai informasi, saat ini proyek smelter PTFI sedang dalam pematangan lahan dan sudah merampungkan Front End Engineering Design (FEED). Dengan progres kemajuan fisik sampai akhir Mei baru mencapai 5,86%.
Rencananya, fasilitas PMR berkapasitas 6.000 ton lumpur anoda per tahun ditargetkan bisa beroperasi Kuartal IV-2022. Sedangkan smelter tembaga berkapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun ditargetkan rampung Kuartal IV-2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News