kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.235.000   -2.000   -0,09%
  • USD/IDR 16.632   -12,00   -0,07%
  • IDX 8.076   31,88   0,40%
  • KOMPAS100 1.116   2,09   0,19%
  • LQ45 786   1,99   0,25%
  • ISSI 284   1,19   0,42%
  • IDX30 413   1,50   0,37%
  • IDXHIDIV20 469   1,34   0,29%
  • IDX80 123   0,48   0,39%
  • IDXV30 133   0,00   0,00%
  • IDXQ30 130   0,67   0,52%

Geothermal Tawarkan Energi Stabil dan Peluang Ekonomi, Ini Penjelasannya


Kamis, 02 Oktober 2025 / 12:26 WIB
Geothermal Tawarkan Energi Stabil dan Peluang Ekonomi, Ini Penjelasannya
ILUSTRASI. Suasana di ajang The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, JCC, Jakarta, Rabu (18/9/2024). Mengangkat tema utama Powering Together: Stakeholder Unity in Geothermal Innovation & Acceleration, ini menegaskan kembali komitmen Indonesia dalam mempercepat pengembangan energi panas bumi sebagai bagian integral dari transisi energi menuju masa depan yang berkelanjutan./pho KONTAN/arolus Agus Waluyo/18/09/2024.


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia kini berada di posisi strategis dalam peta energi global. Negeri ini menyimpan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia dengan potensi mencapai 23,7 gigawatt (GW).

Jika seluruh potensi tersebut dimanfaatkan, Indonesia dapat menghasilkan listrik hingga 24.000 megawatt (MW), kapasitas yang tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional, tetapi juga menjadi fondasi penting dalam transisi menuju energi bersih.

Pakar Geothermal dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ali Ashat menekankan bahwa pemanfaatan panas bumi sangat efektif untuk menekan emisi karbon sekaligus memenuhi kebutuhan energi nasional.

Baca Juga: Alasan Panas Bumi Jadi Sumber Energi Terbarukan Ideal Bagi Indonesia

“Jika pembangkit batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida hingga 1.000, geothermal hanya sekitar 100 atau bahkan lebih rendah,” jelas Ali dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025).

Ia juga menepis kekhawatiran terkait dampak lingkungan, seperti pencemaran air tanah, karena sumber energi panas bumi berada jauh di bawah permukaan bumi.

Manfaat nyata energi panas bumi terlihat dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Jawa Barat, yang telah beroperasi sejak 1983. Selama lebih dari 40 tahun, warga dan industri sekitar hidup harmonis berdampingan dengan energi hijau.

PLTP ini tidak hanya mendukung sektor pertanian, tetapi juga membuka lapangan kerja dan mendorong inovasi lokal, seperti olahan kulit kopi menjadi teh, tepung, hingga produk kecantikan.

“Banyak warga yang dulu menganggur kini punya pekerjaan. Ekonomi masyarakat pun tumbuh,” ujar Sudarman, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Gunung Kamojang.

Baca Juga: Jadi Riset Dunia, PGE Ulubelu Model Geothermal Berbasis Water Energy Food Nexus

Dampak ekonomi dari panas bumi juga terlihat di PLTP Patuha di Jawa Barat.

Kedua proyek ini menciptakan lebih dari 1.500 lapangan kerja langsung maupun tidak langsung, sekaligus menjalankan program pemberdayaan masyarakat mulai dari pelatihan UMKM, koperasi desa, hingga dukungan pertanian organik.

Pengamat energi Komaidi Notonegoro menilai, pemerintah telah menunjukkan keseriusan mendorong pengembangan geothermal.

Langkah terbaru termasuk penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina dan PLN, serta keterlibatan perusahaan swasta seperti Danantara.

“Sekarang ada upaya pemerintah untuk mengakselerasi perkembangan geothermal, baik dari sisi pengembangan maupun pengusahaan,” ujarnya.

Keunggulan geothermal terletak pada ketersediaannya yang stabil 24 jam sehari. Berbeda dengan energi surya atau angin yang bergantung pada cuaca, panas bumi menjadi sumber energi baseload yang konsisten, menjadikannya tulang punggung ideal bagi sistem energi bersih Indonesia.

Baca Juga: Pertamina Geothermal Energy Memulai Studi Pengembangan Hidrogen Hijau di Indonesia

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjajaran Yayan Satyaki menekankan bahwa kesuksesan pengembangan geothermal tergantung pada regulasi yang mendukung kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Ia mencontohkan Kenya, yang berhasil mengembangkan geothermal sejak 1982 melalui model kemitraan inklusif.

Pemerintah Indonesia kini tengah merevisi PP Nomor 7 Tahun 2017 tentang panas bumi, termasuk skema pelelangan lebih sederhana, insentif fiskal, jaminan pemulihan lingkungan, hingga penguatan aspek sosial agar proyek diterima masyarakat secara inklusif dan transparan.

Sinergi sektor swasta juga semakin terlihat, misalnya kerja sama PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dan PT FirstGen Geothermal Indonesia.

Langkah ini menunjukkan komitmen bisnis dalam mempercepat transisi energi bersih sekaligus membuka peluang kerja hijau.

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan transisi energi bersih akan menciptakan 24 juta lapangan kerja global pada 2030. Dengan potensi 24.000 MW, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat ekonomi hijau di Asia.

Baca Juga: Pengembangan Geothermal Dinilai Dapat Gerakkan Ekonomi Warga

Panas bumi kini bukan sekadar solusi bauran energi bersih, tetapi juga motor penggerak ekonomi masa depan.

Dengan regulasi yang tepat, kolaborasi pemerintah-swasta, dan partisipasi masyarakat, geothermal dapat menjadi pilar utama Indonesia untuk mencapai target Net Zero Emission 2060 sekaligus memperluas kesejahteraan masyarakat di daerah.

Selanjutnya: Presdir Freeport Sebut Pencarian Lima Pekerja Terjebak Longsor Masih Berjalan

Menarik Dibaca: Tips Memaksimalkan Harga Jual Emas Perhiasan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×